Alhamdulillah Cerma(Cerita Remaja) saya berjudul Lukisan si Kembar dimuat di Minggu Pagi, Jumat, 03 Mei 2019. Selamat membaca!
LUKISAN
SI KEMBAR
Oleh : Yeni Endah
Suara gaduh terdengar dari ujung koridor sekolah. Laila bergegas mencari sumber suara untuk mengetahui apa yang terjadi. Suara itu semakin lama semakin terdengar jelas di telinga Laila.
“Ini semua salahmu,” ucap Vio dengan nada tinggi.
“Enak saja menyalahkan orang lain. Ini semua gara-gara kamu,” kata Ovi tak mau kalah.
“Lalu kita harus gimana?” tanya Vio.
“Ya kamu telpon dong. Satu jam lagi acara mulai.”
‘Tapi ...” Vio menghentikan pembicaraan saat Laila mendekat.
“Kalian kenapa? Apa yang kalian ributkan?” Laila penasaran.
Vio dan Ovi saling bertatapan.
“Ayo cerita! Siapa tahu aku bisa bantu,” desak Laila.
“Lukisan yang kami buat ketinggalan.”
“Lukisan apa?” Laila heran.
“Lukisan yang akan kami berikan ke Pak Roy saat acara ulang tahun sekolah kita nanti,” jelas Vio.
“Tapi di rundown tidak ada acara penyerahan lukisan.” Laila semakin tidak mengerti, sebagai ketua panitia dia berhak tahu acara apa saja yang akan ditampilkan di HUT sekolah.
“Rencananya hari ini kami akan memberitahu panitia dan memberikannya sebagai surprise.”
Dahi Laila mengeryit, “Kalau begitu kalian pulang dan ambil lukisannya!”
“Tapi lukisannya tidak ada di rumah,” ucap Vio dan Ovi hampir bersamaan.
“Lukisannya tertinggal di taksi online yang kami tumpangi,” terang Vio.
“Hubungi driver-nya, cepat!”
“Saldo pulsanya nggak cukup buat telpon, tapi kami udah hubungi costumer service untuk melakukan pengaduan,” imbuh Vio.
Laila mengambil ponsel di sakunya.
“Aku juga nggak punya pulsa untuk telpon,” kata Laila setelah mengecek pulsa di ponselnya.
Kedua saudara kembar itu mendesah panjang.
“Kalian tunggu di sini ya. Jangan kemana-mana,” pesan Laila.
“Mil, mana ponselmu? Aku mau pinjam? Ada pulsa untuk telpon kan?” Laila menghujani Mila dengan deretan pertanyaan.
“Aduh La, kalau tanya satu-satu dong. Aku jadi bingung mau jawab yang mana dulu,” protes Mila.
“Aku lagi buru-buru nih. Mana ponselmu?”
“Ada di tas.”
“Aku ambil ya. Aku pinjem. Nanti kalau sudah selesai aku kembaliin.”
“Buat apa?”
“Nanti aku jelasin kalau urusanku sudah selesai. Tapi ini ada pulsa buat telpon?”
“Ada, tadi pagi baru aku isi.”
Setelah berhasil meminjam ponsel Mila, Laila langsung menuju koridor.
“Berapa nomor telepon supir taksi online-nya?”
Vio menyebutkan beberapa deret nomor dan Laila memencet nomor yang Vio sebutkan pada layar ponsel. Dua kali menelpon belum juga bisa terhubung.
“Halo apa benar ini pak Bandi, supir taksi online?” Laila langsung bertanya ke pokok pertanyaan saat nomor bisa terhubung pada sambungan yang ketiga.
“Iya benar.”
“Syukurlah.” Laila bernapas lega. “Begini pak, apa ada dua lukisan yang tertinggal di mobil bapak? Lukisan itu punya si kembar.”
“Iya, ada di jok belakang mobil. Saya baru tahu kalau ada dua lukisan yang tertinggal, setelah dihubungi perusahaan. Saya akan kembalikan lukisan itu 30 menit lagi,” ucap Pak Bandi.
“Makasih ya Mil, udah minjemi aku ponselmu. Besok pulsanya aku ganti.”
“Nggak usah diganti La pulsanya. Tapi emangnya kamu tadi telpon siapa dan ada urusan apa?”
Laila menceritakan semuanya pada Mila.
“Kamu masih mau bantu si kembar?”
“Mereka kan teman kita Mil.”
“Iya, tapi mereka teman yang nggak tahu terima kasih dan selalu ingin berada di atas dengan menjatuhkan orang lain. Mestinya kamu biarin aja.” Mila tak habis pikir dengan sikap Laila. “Kalau aku jadi kamu, aku akan pura-pura nggak tahu,” dengus Mila kesal.
Satu bulan lagi masa bakti bu Ratna sebagai guru akan berakhir. Sebelum pensiun, murid-murid ingin mengadakan perpisahan sederhana. Setiap siswa akan berpartisipasi. Dari mulai menyanyi, bermain musik hingga menari. Setiap murid ingin meninggalkan kesan tersendiri untuk guru kesayangan mereka. Sebagai tanda cinta, Laila yang menyukai literasi akan menulis puisi dan si kembar akan membuat dua buah lukisan. Lukisan digital dan lukisan cat air.
“Kalau puisiku jadi, nanti tolong di bingkai ya,” pinta Laila pada si kembar. “Aku tidak tahu tempat memesan bingkai.”
Laila lega karena urusan bingkai sudah beres. Kini ia tinggal menulis puisi.
“Puisiku sudah aku cetak. Mana bingkai pesananku?” Laila meminta bingkai pesanannya sehari sebelum acara perpisahan.
“Aduh maaf aku lupa memesan bingkai untuk puisimu La.”
“Kok bisa lupa, padahal aku sudah pesan seminggu yang lalu. Kalau begitu kita nggak jadi kasih hadiah ke Bu Ratna.” Laila tertunduk sedih.
“Kami jadi memberi hadiah lukisan ke bu Ratna. Kami masih punya 2 stok bingkai di rumah. Iya kan Vi?” Vio memandang saudara kembarnya. Ovi mengangguk.
Rasa sedih dan kecewa yang Laila rasakan karena harus menunda memberikan puisi karyanya pada bu Ratna semakin menyayat hati saat tak sengaja ia menemukan struk bukti pembelian bingkai yang tertanggal hari ini di laci meja si kembar.
Tak hanya sekali si kembar mengecewakan hati Laila. Vio pernah mempermalukan Laila di hadapan teman-teman sekelasnya dengan menggebrak meja saat tahu bahwa lukisannya tidak lagi tergantung di dinding kelas. Vio menyalahkan Laila sebagai ketua kelas dan menuduhnya yang menurunkan lukisan itu. Padahal sebenarnya lukisan Vio jatuh, karena tembok sudah rapuh dan paku yang digunakan untuk menggantungkan lukisan tidak kuat menyangga lagi. Bahkan bingkai lukisan Vio kacanya sudah pecah. Namun Vio tidak mau mendengar penjelasan Laila. Saudara kembarnya pun setali tiga uang.
“Mbak saya sudah mengembalikan lukisan si kembar 30 menit yang lalu dan diterima langsung oleh pemiliknya. Tapi sampai saat ini akun saya masih di suspend perusahaan karena si kembar belum konfirmasi ke perusahaan bahwa barang telah kembali. Tolong secepatnya konfirmasi agar saya bisa segera bekerja kembali.” Laila tercekat membaca pesan dari Pak Bandi, supir taksi online.
Laila mencari keberadaan si kembar. Mereka sudah berada di panggung menyerahkan lukisan untuk Pak Roy dengan penuh rasa bahagia dan bangga. Pujian dan tepuk tangan mereka dapatkan. Andai saja orang-orang itu tahu, di balik indahnya lukisan si kembar telah berapa banyak orang yang tersakiti dan luka yang tergores di hati karena sikap si kembar.