Tiwas mulih adalah tulisan saya yang dimuat di rubrik Ah Tenane Koran Solopos, edisi Jumat 09 Desember 2022. Oh ya tulisan saya ini mengalami perubahan judul dari judul tulisan yang saya kirimkan. Judul asli tulisan ini adalah Tragedi Kunci Sepeda Motor. Sebenarnya saya juga mempunyai pilihan beberapa judul untuk tulisan ini. Salah satunya judulnya juga Tiwas Mulih, tapi entah kenapa saya malah tidak menggunakan judul tersebut. 

Penasaran tentang apa sih tulisan saya berjudul Tiwas Mulih? Silakan baca ya!

Oleh : Yeni Endah

          

Senin sore, pukul 15.30 Lady Cempluk antre untuk mengambil obat di salah satu rumah sakit Semarang. Sehari sebelumnya Cempluk sudah memeriksakan kondisi matanya dan sore itu ia hanya tinggal mengambil obat saja.

“Duh, ternyata sing antre akeh ya. Mesti bakal suwi iki njipuk obate,” ucap Cempluk yang mendapat nomor antrean 125 dan slide di nomor antrean baru menunjukkan nomor 99.

“Kalau gitu aku pulang aja dulu, nanti balik ke sini satu jam lagi,” niat Cempluk lalu mengurungkan niatnya untuk pulang setelah melihat ke luar dan ternyata sedang hujan deras. Ia pun menunggu dengan sabar. 

Pukul 18.00 Cempluk baru mendapatkan obatnya, tapi saat mau pulang ia kebingungan mencari kunci motornya yang tidak ada di dalam tas. Cempluk buru-buru menuju tempat parkir dan berpikir jika kuncinya masih tertinggal di motor. Ternyata kunci motornya tidak ada.

Di tengah kebingungannya, Cempluk memesan ojek online untuk mengambil kunci serep motor di rumah.

“Semoga motorku nggak ilang di rumah sakit ya Allah,” harap Cempluk saat mencari kunci motor serepnya yang hampir satu jam belum ketemu.

Begitu kunci motor serepnya ketemu, Cempluk segera kembali ke rumah sakit untuk mengambil motornya. Di saat mengambil motor, terlintas dalam pikiran Cempluk untuk menanyakan ke penjaga loket karcis.

“Mas ada yang nitip kunci motor saya,” tanya Cempluk pada petugas loket karcis bernama Jon Koplo sambil menyebutkan ciri-ciri motornya.

“Oh ada Mbak," jawab Koplo sambil menyerahkan kunci motor ke Cempluk.

“Oalah, kenapa wau aku ora takon dhisik karo petugas lokete dadi ora usah mulih,” sesal Cempluk. Meski begitu ia bersyukur masih ada orang baik yang mengembalikan kunci motornya dan tidak mencurinya.

Modal Banyu adalah tulisan saya yang dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos, edisi Selasa 20 September 2022. Tulisan ini menceritakan tentang bagaimana feedback atau umpan balik yang kita terima ketika suka berbagi ke tetangga. Meskipun sedikit asal semua tetangga kebagian.  Tulisan ini juga mengalami sedikit proses editing dari redaktur tanpa mengurangi makna atau arti dari naskah asli. 

Oleh : Yeni Endah

Nasgor Batu adalah tulisan saya yang dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos edisi Jumat, 29 Juli 2022. Saat membaca judulnya, banyak yang mengira jika tulisan saya ini bercerita tentang nasi goreng alias nasgor dari Batu, Malang. Namun faktanya isi ceritanya tidak seperti itu ya teman-teman. 

"Ada-ada aja sih Mbak Yen bikin judul dan tulisan Nasgor Batu," seorang teman mengirimi saya pesan melalui WhatsApp.

"Ya ada dong," saya membalas pesannya sambil terkekeh.

Sebenarnya Nasgor Batu ini adalah pengalaman pribadi seorang teman yang melibatkan saya di dalam kisah tersebut. Tokoh ceritanya semua perempuan, tapi karena di rubrik Ah Tenane Solopos hanya ada 4 karakter yaitu 2 pria dan 2 wanita. Jadi saya harus menentukan tokoh utamanya. Ya, yang jelas si Jon Koplo yang kurang beruntung dalam cerita ini. Oh ya tulisan saya ini juga mengalami editing menyesuaikan dengan kejadian yang sedang ramai di masyarakat saat ini. 

Selamat Membaca.

Oleh : Yeni Endah

Minggu siang, Jon Koplo berkunjung ke rumah Lady Cempluk di daerah Banyumanik untuk mengerjakan tugas kuliah. Saat akan berpamitan pulang, Cempluk memasukkan tas plastik hitam berisi beberapa bungkus roti ke dalam tas Koplo. Karena belum terlalu sore, Koplo menyempatkan mampir ke rumah Genduk Nicole yang hanya berbeda RT dengan Cempluk.

“Apa itu, Plo?” tanya Nicole saat tak sengaja melihat tas plastik hitam dari dalam tas ransel Koplo.

“Oh, ini roti dari Cempluk. Tadi aku ke rumahnya dan dikasih roti. Kamu mau?”

“Mau, Plo.” Koplo lalu menyerahkan semua rotinya ke Nicole yang memang menyukai roti.

“Lho kok buat aku semua. Kamu jadi nggak kebagian.”

“Ora apa-apa. Aku isih duwe roti ning omah,” kilah Koplo.

Menjelang maghrib, Koplo berpamitan pulang.

“Ini buat kamu Plo. Barter sama roti dari yang tadi kamu kasih ke aku ya,” ucap Nicole sambil terkekeh lalu menyerahkan satu bungkus nasi goreng kepada Koplo.

Sesampainya di rumah, karena sudah kenyang, Koplo tidak memakan nasi goreng pemberian Nicole dan memasukkannya ke kulkas agar tidak basi dan bisa dimakan besok pagi untuk sarapan. 

Keesokan harinya. Betapa terkejutnya Koplo saat akan mengambil nasi goreng di dalam kulkas. Saat dipegang nasi goreng tersebut sekeras batu dan tidak terurai seperti nasi pada umumnya.

“Oalah Gusti. Niat hati pengen nyimpen nasi goreng buat sarapan, biar hemat malah jadi keras seperti batu. Mungkin gara-gara aku nyimpen sega gorenge ning njero freezer ora ning chiller dadi atos kaya watu,” kata Koplo lalu tertawa terbahak-bahak mengingat tingkah konyolnya. Ia membiarkan nasi goreng dalam suhu ruang dan menunggu beberapa saat hingga nasi terurai, kemudian dihangatkan agar bisa dimakan.

SELESAI

"Wah, clue-nya kok sama dengan tulisan saya ya. Jangan-jangan tulisan saya nih yang akan dimuat," pikir saya. Tapi mengingat, dari pengalaman pribadi, bisa saja itu bukan tulisan saya. Ada teman penulis yang mengirim dengan judul yang sama. Alhamdulillah, ternyata feeling saya tepat. Tulisan saya berjudul "Keasyikan Nonton" dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos, edisi Kamis, 30 Juni 2022. 

Selamat Membaca!

Oleh : Yeni Endah

Minggu malam, sambil menanti kantuk dan jam tidur, Lady Cempluk menonton film action di TV.

“Oh ya, tadi kan aku masih punya tahu bakso. Pasti asyik nonton TV sambil ngemil.” Cempluk beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke dapur untuk mengambil tahu bakso.

“Kurang afdol nih kalau makan tahu bakso nggak ada pedes-pedesnya dikit. Pasti enak makan tahu bakso sambil dicocol saos sambal,” batin Cempluk ketika sudah menghabiskan satu buah tahu bakso, ia lalu kembali lagi ke dapur untuk mengambil saos sambal dalam kemasan botol.

Ketika asyik menonton TV sambil menikmati tahu bakso, Cempluk terganggu dengan hadirnya nyamuk-nyamuk yang menggigiti tubuhnya.

“Nyebelin banget. Mengganggu kesenangan saja. Sudah diceplesin tetep saja gigit sana sini. Dasar nyamuk kurang ajar,” dengus Cempluk kesal.

Akhirnya Cempluk mengambil minyak sereh yang ia letakkan di dekat meja TV dan mengolesinya ke sekujur tubuh. Seketika itu, nyamuk-nyamuk langsung pergi. Namun kejadian tersebut tak berlangsung lama. Saat seru-serunya adegan polisi mengejar penjahat, tiba-tiba daster Cempluk tersibak dan nyamuk-nyamuk yang tadinya sudah pergi, mendadak kembali lagi. Bahkan jumlahnya lebih banyak. 

Dengan mata tetap konsentrasi melihat ke arah TV karena takut kehilangan adegan berharga dalam film, Cempluk meraih botol di depannya dan mengoleskannya ke kaki dan tangannya. 

“Wah seru banget filmnya.” Mata Cempluk terpaku pada adegan film yang menegangkan, sedangkan tangannya asyik menuang isi botol dan mengoles-oleskannya ke kaki dan tangan.

Tiba-tiba Cempluk merasa ada yang aneh. Mendadak kaki dan tangannya terasa lengket dan pedas semriwing. Cempluk juga baru menyadari jika minyak serehnya tidak cair. Namun kental dan lengket. 

“Ladalah, ternyata sing tak oleske ning sikilku wau dudu minyak sereh ta, tapi saos sambel. Duh Gusti, iki akibate gara-gara aku keasyikan nonton TV, dadi salah njipuk botol.” Cempluk tampak kaget begitu melihat kemasan botol yang ia pegang. Cempluk lalu mematikan TV dan bergegas untuk mandi.

SELESAI

Saya pikir di bulan Mei ini, tulisan yang saya kirim ke rubrik Ah Tenane tidak dimuat. Bukan tanpa alasan saya berpikir demikian. Biasanya tulisan saya dimuat antara tanggal 22 hingga tanggal 25-an. Namun sampai tanggal 30 Mei belum ada tanda-tanda tulisan saya bakal dimuat. Terlebih di bulan Mei, saya cuma kirim 1 tulisan karena biasanya kirim 2 tulisan. Alhamdulillah, akhirnya di akhir bulan Mei, tepatnya tanggal 31 Mei 2022 tulisan saya berjudul "Foto Lebaran" dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos. 

Selamat Membaca!

Prank Mi Ayam adalah tulisan saya yang dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos edisi, Senin, 25 April 2022. Tulisan ini mengalami perubahan judul dari Kena Prank menjadi Prank Mi Ayam. 

Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman teman yang merasa dirinya ditipu oleh iklan mi ayam di medsos. Mungkin diantara kalian juga pernah mengalaminya. 

Penasaran bagaimana kisahnya? Selamat membaca!

Oleh : Yeni Endah

Saat perjalanan pulang dari kampus menggunakan Bus Rapid Transit (BRT), Jon Koplo membuka sosial media di smartphone miliknya. Ketika sedang asyik scrolling feed Instgram, Koplo melihat iklan yang menarik perhatiannya.

“Hanya Rp. 5000, mi ayam rakyat dengan porsi nikmat.” Kalimat iklan yang menampilkan semangkok penuh mi ayam lengkap dengan ceker dan pangsit goreng. Sangat menggugah selera.

“Murah tenan. Porsine ya akeh, tapi apa bener regane limang ewu?” tanya Koplo dalam hati sedikit ragu. Kebetulan lokasi warung mie ayam searah dengan kost-kostannya. Jadi ia menyempat diri untuk mampir dan ingin membuktikan kebenaran iklan tersebut. Sebagai seorang mahasiswa, bisa makan kenyang dengan harga murah tentu bisa menghemat pengeluaran bulanan. Apalagi mi  ayam adalah salah satu makanan favorit Koplo.

Sesampainya di warung Koplo langsung memesan mie ayam.

“Bu, pesen mie ayam setunggal nggih,” kata Koplo pada pemilik warung.

Betapa terkejutnya Koplo ketika melihat pesanan mi ayamnya datang. Mangkuk putih bergambar ayam jago itu hanya berisi setengah mangkuk saja. Juga tidak ada pangsit goreng ataupun ceker. Sama sekali tidak seperti foto postingan iklan.

“Bu, tadi saya lihat di iklan mienya satu mangkuk penuh.” Koplo memberanikan diri bertanya pada Lady Cempluk, pemilik warung mie ayam sambil memperlihatkan iklan di smartphone miliknya.

“Yang di iklan itu harganya Rp. 10.000, Mas,” jawab Cempluk tanpa rasa bersalah.

“Oh, begitu ya, Bu.”

“Apa Mas mau pesen lagi mi ayam yang harganya Rp. 10.000?” tawar Cempluk.

“Mboten usah, Bu,” tolak Koplo. Ia sudah tidak berselera lagi untuk makan. Ekspektasinya jauh dari kenyataan.

“Oalah Gusti, aku kena prank bakul mi ayam. Dadi pedagang ki mbok ya sing jujur. Ben rezekinya lancar berkah lan barokah,” kata Koplo kemudian membayar mi ayam yang sudah ia pesan tanpa memakannya sama sekali dan meninggalkan warung dengan kecewa.

SELESAI

Nyumbang adalah suatu kegiatan pergi menghadiri pernikahan ataupun hajatan lainnya. Dan setiap orang pasti pernah melakukan kegiatan ini. Terkadang ada saja kegiatan saat nyumbang.

Kejadian yang terjadi sebelum nyumbang yang pernah dialami seorang teman inilah yang membuat saya memiliki ide untuk menuliskan peristiwa tersebut. Alhamdulillah, tulisan saya berjudul "Nyumbang" dimuat di rubrik Ah Tenane Koran Solopos edisi, Kamis 24 Maret 2022.

Selamat Membaca!

Oleh : Yeni Endah

Baca juga : Cara Mengirim Tulisan ke Rubrik Ah Tenane Solopos

Baca juga : 7 Hal yang Wajib Diperhatikan Sebelum Mengirim Tulisan ke Media

"Nyumbang" dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos edisi Kamis 24 Maret 2022

Sisa Nasi adalah tulisan saya yang dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos edisi Selasa 22 Februari 2022. Dimuat tepat di tanggal cantik ya? 22022022

Saya sebenarnya tidak menduga jika Sisa Nasi adalah tulisan yang akan dimuat karena saya mengirim dua naskah di bulan Februari. Tulisan berjudul Sisa Nasi saya kirim tanggal 05 Februari 2022 dan dimuat tanggal 22 Februari 2022. Masa tunggu yang cukup lama. Biasanya sekitar semingguan.

Selamat membaca!

Oleh : Yeni Endah

Sudah menjadi kebiasaan bagi Lady Cempluk, jika ada sisa nasi yang mengerak di rice cooker yang sudah ia rendam semalaman di air. Maka pagi harinya nasi tersebut akan diberikan pada ayam tetangga yang berkeliaran di sekitar rumahnya. Begitu Cempluk keluar rumah dan membawa sisa nasi, ayam-ayam langsung lari terbirit-birit menghampirinya.

“Kok yo wis padha mudeng. Nak aku ngawa sega,” gumam Cempluk lalu meletakkan sisa nasi di sekitar ayam-ayam yang sudah mengerubunginya.

“Ayo ora usah padha rebutan. Sarapan bareng, sing rukun. Aja nladhungi kancane,” kata Cempluk seolah-olah berbicara dengan anak-anak saja. Tak ada lima menit, sisa nasi sudah ludes dimakan.

Begitu selesai memberi makan dan akan masuk rumah, Cempluk melihat tahi ayam pating tlecek di lantai teras rumahnya.

“Oalah, Wis dikei sarapan ben isuk kok yo ijik nelek ning kene, lho!” teriak Cempluk. Rumah Cempluk yang tak berpagar memang leluasa dan sering kali dimasuki ayam.

Jon Koplo, suami Lady Cempluk yang saat itu sedang mencuci motor tak jauh dari Cempluk langsung menghampiri istrinya.

“Sing sabar, Bu. Jenengane wae pitik.”

“Ibu ini kan juga manusia biasa Pak. Kadang-kadang ya pengen marah sama ayam juga. Padahal lantainya baru saja dipel. Mbaleni gawean wae.” Cempluk tampak kesal.

“Ya wis. Minggu depan, rumah kita bapak pasangi pagar, ben pitike ora nelek sembarangan di teras rumah kita. Lagipula Bu, kalau nggak ada ayam tetangga, siapa yang mau menghabiskan sisa nasi keluarga kita. Kalau dibuang begitu saja kan mubazir.”

“Iya juga, ya.” Cempluk membenarkan ucapan suaminya dalam hati, kemudian masuk rumah untuk mengambil alat pel meski dengan wajah cemberut.

SELESAI

Pernahkah kamu dianggap lebih tua dari umurmu sebenarnya atau dikira lansia karena uban yang memenuhi seluruh kepala? Pasti rasanya menjengkelkan ya? Apalagi jika yang mengira kamu lansia adalah orang yang tidak kamu kenal sama sekali. 

Berdasarkan pengalaman seseorang yang saya kenal dan dianggap lansia karena uban yang memenuhi hampir seluruh kepalanya, ide tulisan ini muncul.

Alhamdulillah tulisan saya Bukan Lansia dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos, edisi Jumat, 21 Januari 2022

Selamat Membaca!

Oleh : Yeni Endah

Lady Cempluk adalah seorang wanita pekerja kantoran di Semarang. Biasanya ia diantar dan dijemput Jon Koplo, suaminya. Namun sore itu, Koplo tidak bisa menjemput karena ada urusan mendadak. Maka Cempluk memutuskan pulang naik BRT (Bus Rapid Transit)

“Bu, itu rambutnya asli atau semiran? Terus putihnya sebanyak itu apa nggak gatel?” tanya seorang wanita bernama Genduk Nicole pada Cempluk saat menunggu BRT datang di halte bus.

“Ini asli Bu. Bukan semiran,” jawab Cempluk.

“Saya saja yang rambut putihnya nggak sebanyak itu gatel banget,” lanjut Nicole.

“Rasanya tidak gatal kok Bu, meski uban saya tumbuh sebanyak ini,” kata Cempluk sambil tersenyum.

“Usia Ibu berapa?” Nicole heran melihat uban yang tumbuh hampir merata di kepala Cempluk.

“Belum ada 60 tahun, Bu.”

“Lho, isih tua aku 5 tahun, tapi kok rambute wis uwanen kabeh,” ucap Nicole sambil memperhatikan kepala Cempluk. 

Lima menit kemudian BRT datang. Cempluk dan Nicole naik BRT bersama-sama. Anehnya saat mereka naik, semua penumpang melihat ke arah Cempluk. Bahkan ada seseorang yang menawarkan kursinya untuk Cempluk duduk.

“Terima kasih, tapi saya bukan lansia,” tolak Cempluk. Saat ia menolak tawaran tersebut para penumpang lain malah kasak-kusuk di belakang Cempluk.

“Oh, ternyata ibu itu bukan lansia.”

Cempluk hanya bisa bersabar dan ingin segera sampai rumah.

“Ini pak ongkosnya,” ucap Cempluk sambil menyerahkan sejumlah uang ketika BRT sudah hampir tiba di tujuan.

“Ibu ada kartu lansia?” tanya kondektur bernama Tom Gembus.

“Saya bukan lansia. Kan tadi waktu saya menolak diberi kursi oleh penumpang lain saya sudah bilang kalau saya bukan lansia dan bapak berdiri di depan saya. Apa bapak tidak mendengar?” Cempluk menjawab dengan tegas lalu menyerahkan uang pada Gembus.

“Segitu tampak tua kah aku sehingga dikira lansia karena uban yang tumbuh memenuhi kepalaku,” batin Cempluk dalam hati saat turun dari BRT.

SELESAI

Kamu pernah terburu-buru ketika mengerjakan sesuatu. Melakukan pekerjaan dengan tergesa-gesa? Tentu ketika terburu-buru ada saja hal yang tidak diinginkan terjadi bukan? 

Saya sendiri juga pernah mengalaminya. Ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan, malah hasilnya tidak baik. Demikian juga dengan teman saya yang mengalami kejadian akibat terburu-buru. Kisahnya saya tuangkan melalui tulisan berjudul "Akibat Terburu-buru" yang kemudian dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos edisi Selasa, 21 Desember 2021 dengan judul "Terburu-buru"

Selamat membaca!

Setiap orang pasti pernah bermimpi 'kan? Termasuk kamu. Konon katanya, mimpi adalah bunga tidur. Mimpi bisa bermacam-macam. Ada mimpi baik dan mimpi buruk. Namun pernahkah kamu mimpi makan? 

Cerita berjudul Mimpi Makan yang dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos pada tanggal 22 November 2021 adalah pengalaman seorang sahabat bersama dengan keluarganya ketika melakukan perjalanan.

Penasaran dengan kisahnya. Selamat membaca!

Oleh : Yeni Endah

Jon Koplo bersama istri dan anaknya sedang dalam perjalanan pulang dari Solo menuju ke Semarang setelah mengunjungi saudara mereka yang punya hajatan. Di tengah perjalanan, bus yang mereka tumpangi mengalami macet.

Lady Cempluk lalu melihat anak semata wayangnya, Tom Gembus yang sedang tidur lelap. Namun beberapa menit kemudian Cempluk mendapati Gembus kelamut-kelamut sambil ngelindur.

“Aku mau, aku mau,” kata Gembus dengan mata terpejam.

“Pak, delakna polahe anakmu.” Cempluk mengadu pada suaminya Jon Koplo.

“Wah, Gembus mungkin lagi ngimpi mangan kui, Bu.” Koplo lalu meminta Cempluk menyuapi Gembus.

Cempluk pun menuruti permintaan suaminya dan menyuapi Gembus dengan ayam goreng. Bekal mereka. Saat Cempluk akan menyuapi Gembus, ia langsung mangap dan mengunyah. Siapa sangka setelah suapan pertama, Gembus mangap lagi dan terus mengunyah.

Tidak mau melewatkan moment, Koplo bergegas mengambil handphone dan memvideokan tingkah Gembus. Setelah kunyahan ketiga, Gembus tidak membuka mulutnya lagi. Koplo pun berhenti merekam video.

“Ana-ana wae ya Pak, kelakuane Gembus.”

“Iya Bu. Ndeleng tingkahe Gembus isa marakke nguyu lan isa dadi hiburan pas macet kaya ngene iki,” ucap Koplo sambil memutar ulang video yang ia rekam dan tak sabar menunjukkan pada bocah berusia 5 tahun itu saat bangun tidur dan melihat reaksinya.

Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, terkadang kita menemui hal yang tidak terduga. Salah satunya adalah masalah air. Pernah nggak kamu mengalami saat akan mandi tidak ada air? Lalu apa yang kamu lakukan? Mencari solusi atau malah nggak mandi hehe ...

Peristiwa tersebutlah yang saya kisahkan melalui tulisan dan saya kirimkan ke rubrik Ah Tenane Solopos. Alhamdulillah, Jumat 22 Oktober 2021 tulisan saya berjudul Mandi Air Galon dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos.

Selamat Membaca! 

Senin pagi bu Lady Cempluk yang berprofesi sebagai guru kebingungan. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 06.30, tapi Bu Cempluk belum mandi. Pompa air di rumahnya mati karena dinamonya terbakar.

“Piye iki Pak? Hari ini ibu ada jadwal mengajar daring jam 08.00 tapi pompa airnya mati. Tandon airnya juga kosong. Ibu mandinya gimana, Pak?” tanya Bu Lady Cempluk ke Pak Jon Koplo, suaminya.

“Lha mau gimana lagi bu? Bapak udah hubungi tukang pompa airnya. Katanya baru besok pagi bisa dateng ke rumah buat benerin pompanya. Hari ini ibu nggak usah mandi. Kan mengajarnya juga lewat daring. Nggak ada yang tahu. Ibu cuma perlu dandan aja waktu mengajar nanti.”

“Wah, ya nggak bisa gitu Pak. Badan Ibu udah lengket semua ini,” protes Bu Cempluk.

Pak Koplo lalu mendapat ide saat melihat deretan galon air isi ulang yang ia jual.

“Gimana kalau ibu mandinya pakai air galon isi ulang saja.” Pak Koplo memberikan solusi.

“Tapi air isi ulang kan buat minum atau masak Pak. Masa buat mandi? Lagipula air isi ulang itu kan kita jual.”

“Ya terserah Ibu. Daripada Ibu nggak mandi. Aja itung itungan kalau buat kepentingan. Adus ya adus wae. Rezeki nggak bakal ketuker Bu.”

Bu Cempluk akhirnya mengikuti saran suaminya.

“Wah, ternyata suegerrr pol Pak. Adus nganggo banyu galon isi ulang,” kata Bu Cempluk setelah selesai mandi.

“Ya jelas Bu. Piye ora seger? Mandi pakai air isi ulang, airnya saja difilter dan diberikan mineral serta ozon. Mandi air isi ulang bukan diada-adakan, tapi karena kebutuhan. Juga bukan karena kita kaya atau sombong,” jelas Pak Koplo.

Rabu, 22 September 2021, saat membuka Facebook, ada pemberitahuan jika salah seorang teman menyebut nama saya di grub JKHI.

"Wah kalau di- mention di JKHI, berarti tulisan saya dimuat nih," kata saya senang.

Langsung saja saya ke grup JKHI. Awalnya saya sempat kaget melihat judulnya ,"Ukuran Tertukar" karena saya tidak pernah mengirim tulisan dengan judul tersebut, tapi kok namanya nama saya? Saya pikir ada kesalahan, karena beberapa teman mengalami kesalahan penulisan nama ataupun judul saat pemuatan. Setelah saya cek, Ukuran Tertukar memang karya saya dan mengalami perubahan judul.

Selamat membaca!

Oleh : Yeni Endah

Hampir sebulan berlalu, Genduk Nicole baru ingat punya sepatu baru yang dibelikan ibunya, Lady Cempluk saat menemukan kotak sepatu di atas meja belajar. 

“Wah, ternyata sudah pas Bu. Padahal waktu beli agak kebesaran ya,” kata Nicole saat mencoba sepatu sebelah kiri.

“Itu berarti kakimu sudah tambah panjang ya Nic. Lagipula Ibu memang sengaja beli sepatu ukurannya lebih besar satu ukuran daripada ukuran sepatumu biar awet.”

Nicole lalu mencoba pasangan sepatunya dan berjalan.

“Bu, kok aneh ya. Sepatu yang kiri pas dan enak dipakai buat jalan, tapi yang kanan kok longgar?” tanya Nicole heran.

“Oh, mungkin waktu itu yang dipajang di toko sepatu yang sebelah kanan dan udah dicoba banyak orang jadi longgar,” jawab Lady Cempluk asal.

Tak puas mendengar jawaban ibunya. Nicole pun melepaskan kedua sepatunya.

“Pantesan aja yang kanan longgar, Bu. Nomornya nggak sama. Yang kanan nomor 40 yang kiri 38,” kata Nicole saat melihat nomor sepatu pada alas sepatu.

Bu Cempluk tak langsung percaya dan memeriksanya sendiri.

“Ladalah. Kok isa ya? Iki kedadean kaping loro sing ibu alami.”

“Maksud Ibu?” Nicole tak mengerti.

“Peristiwa pertama menimpa ibu setahun yang lalu. Saat itu Ibu membeli sepatu obralan di pasar malam. Tukune ya uyuk-uyukan. Tibake pas tekan omah nembe sadar yen model sepatu sing kiwa karo tengen beda. Nalika balik ning bakule kanggo ngijolke sepatu tibake sepatune wis payu,” jelas Bu Cempluk.

“Wah, ternyata ibu ini ahlinya membeli sepatu yang tertukar. Baik ketuker ukuran ataupun modelnya.” Reaksi Nicole sambil mencandai ibunya.

“Lha iya ya Nic. Semoga nggak terulang lagi. Kapok aku.” Harap Bu Cempluk lalu tertawa terpingkal-pingkal.

Oleh :Yeni Endah

Jon Koplo yang saat ini bekerja di Solo terpaksa harus berpisah dengan keluarganya untuk sementara karena penerapan PPKM. Biasanya seminggu sekali Koplo mengunjungi keluarganya di Semarang.

 

Siang itu, untuk melepas rindu Koplo menyempatkan waktu untuk video call dengan istri dan anaknya.

“Bu, Gembus ning endi?” Koplo menanyakan keberadaan Tom Gembus, anaknya pada Lady Cempluk istrinya. Biasanya saat video call Gembus selalu berada di dekat Cempluk.

“Gembus lagi ana ning ruang tengah, Pak,” kata Cempluk yang saat itu ada di kamar ketika menerima panggilan video call dari Koplo. Cempluk lalu berjalan menuju ruang tengah agar Koplo melihat Gembus.

Betapa terkejutnya Cempluk saat berada di ruang tengah, melihat Gembus bermain gula pasir yang tersebar di lantai.

“Duh Gusti, baru Ibu tinggal sebentar kok sudah berantakan begini ta Le. Malah dolanan gula pasir.” Selesai berbelanja, Cempluk memang tidak segera menata belanjaannya, tapi meletakkannya di ruang tengah.

Cempluk kemudian mengarahkan kamera ke arah Gembus, agar Koplo bisa melihat polah anaknya.

“Ya wis, ora apa-apa, Bu. Nanti kan bisa beli lagi gulanya. Sekarang bersihin anaknya, masukin ke kamar kasih susu terus dikeloni. Jangan lupa gulanya cepetan diberesin,” kata Koplo santai.

Cempluk segera mematikan ponsel. Selesai menidurkan Gembus, Cempluk membersihkan gula pasir yang berserakan di lantai ruang tengah.

“Duh, kok eman-eman ya, kalau gulanya dibuang begitu aja. Kalau dikomsumsi lagi kan kotor,” gumam Cempluk sambil membersihkan sisa-sisa gula pasir.

“Kenapa nggak aku cairin aja ya gulanya, nanti kotorannya bisa disaring,” pikir Cempluk. Selesai bersih-bersih, Cempluk segera mempersiapkan peralatan untuk membuat gula cair. Sebenarnya yang Cempluk syukuri dari masalah yang ditimbulkan Gembus bukan ide tentang membuat gula cair, tapi sikap Koplo yang santai yang membuatnya keki kalau mau memarahi Gembus yang baru berusia 3 tahun.

Oleh : Yeni Endah

Jon Koplo melakukan perjalanan dari Solo menuju Jakarta menggunakan Kereta Api Argo Lawu untuk menghadiri acara pernikahan sahabatnya yaitu Tom Gembus. Saat tiba di stasiun Purwokerto dan jam makan siang hampir tiba, Koplo memesan makanan pada seorang petugas restoran. 

“Mbak saya pesan nasi, ayam goreng, sambal dan lalapan ya,” kata Koplo pada petugas restoran bernama Lady Cempluk. 

“Baik, Pak. Ditunggu nggih,” ucap Cempluk ramah. 

Hampir 30 menit menunggu, tapi pesanan Koplo belum juga datang. Bahkan sosok Lady Cempluk tak kelihatan di gerbong yang dinaiki Koplo. 

“Endi ta iki pesenanku kok suwi men?” 

Saking lamanya menunggu, Koplo sampai ketiduran. Sekitar pukul 15.00, saat tiba di Stasiun Cirebon, Cempluk menghampiri Koplo sambil membawa pesanannya. 

“Jam berapa ini, Mbak? Kok pesanan saya baru datang. Lama banget!” Cerocos Koplo dengan nada kesal. 

“Ngapunten, Pak. Petugas yang melayani hanya saya. Cuma satu orang dan harus melayani 5 gerbong.” Cempluk menunduk, meminta maaf. 

“Oalah Mbak. Wis ora genah. Isuk mau sarapanku ora tenanan amarga kesusu arep test GeNose ning stasiun Solo Balapan. Wetengku wis luwe suwi isih ketambahan nesu sisan,” Selesai mengungkapkan amarahnya, Koplo lalu langsung menyantap pesanannya. 

Sesampainya di Jakarta, Koplo menceritakan kejadian yang ia alami pada Gembus, sahabatnya. 

“Ya wis, Plo, Anggep wae lagi apes. Ning Kene Awakmu ora perlu khawatir. Nggak bakal kelaparan. Banyak makanan.” Gembus mencoba menghibur Koplo sambil menunjukkan makanan katering untuk pernikahannya. 

“Oh ya Plo mengko nak balik Solo tak gawani sega karo lawuhe ya. Ben ora luwe ning perjalanan. Untung ora sampai semaput amarga luwe ya Plo.” Gembus tertawa terpingkal-pingkal, sementara Koplo hanya diam dan masih dongkol dengan kejadian yang ia alami di kereta. 

SELESAI