Kita tidak bisa memilih menjadi terlahir seperti apa dan darimana keluarga kita berasal. Sebab semua sudah tertulis indah di Lauhul Mahfuzd. Apa yang terjadi pada diri kita sudah menjadi sebuah takdir dan ketetapan-Nya. Begitu pula ketika Tuhan memberikan sebuah penyakit langka seperti yang sama miliki yaitu Friedreich's Ataxia. Saya ataupun keluarga tak kuasa menolaknya. Yang bisa dilakukan hanyalah legowo dan menjalaninya dengan sebaik mungkin.
Penyakit langka adalah penyakit yang jumlah penderitanya sangat sedikit. Didefinisikan sebagai penyakit langka jika jumlah penderitanya tidak lebih dari lima orang dari 100.000 orang penduduk, atau tidak lebih dari 0,5% penduduk. Jadi jika suatu negara berpenduduk 200 juta orang, maka penderita penyakit langka tidak lebih dari 100.000 orang. Dan sampai saat ini sudah ditemukan atau teridentifikasi lebih dari 6000-8000 jenis penyakit langka dan jumlah ini akan terus bertambah.
Baca juga : Adelio, Pejuang Poland Syndrome Pertama di Indonesia
Sebagian penyakit langka sudah ditemukan obatnya, tetapi kebanyakan belum ditemukan obatnya. Jikapun ada obatnya, harganya sangatlah mahal dan sulit untuk mendapatkannya. Di Indonesia sendiri obat harus di-import dari negara lain. Sudah dibayangkan seberapa mahal ya ‘kan? Karena jumlah penderitanya sangat sedikit, perusahaan farmasi enggan memproduksi obat-obatan untuk penderita penyakit langka.
Dari segi bisnis, memproduksi obat-obatan untuk penderita penyakit langka tidaklah menguntungkan, bahkan merugikan. Namun seiring dengan perkembangan teknologi telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli untuk menemukan obat dari masing-masing penyakit langka. Contohnya saja penyakit langka yang saya miliki yaitu Friedreich’s Ataxia. FARA (Friedreich's Ataxia Research Alliance) yang berpusat di USA, setiap waktu melakukan pengembangan penelitian guna kesembuhan bagi para pasien Friedreich’s Ataxia di seluruh dunia. Tentu saja ini menimbulkan secercah harapan akan sebuah kesembuhan.
Sebenarnya saya sudah terlihat ‘berbeda’ dengan teman-teman saya yaitu terletak pada bentuk kaki saya yang high arches yang menyebabkan saya tidak bisa berjalan jauh. Berjalan dua atau tiga meter saja sudah merasa capek, serta hilangnya keseimbangan ketika berjalan. Yang tanpa tersadar tiba-tiba saja saya terjatuh. Meskipun begitu saya tidak pernah merasa berbeda karena saya tinggal di lingkungan yang kondusif. Lingkungan tempat tinggal saya lebih melihat kemampuan yang saya miliki bukan berfokus pada keterbatasan fisik saya.
Menjalani kehidupan sebagai penyandang penyakit langka itu tidak mudah karena harus melawan sakit setiap hari, melakukan terapi dan pengobatan yang tentu saja menguras isi kantong. Harus sering bolak-balik ke rumah sakit. Ya bisa diibaratkan rumah sakit seperti rumah kedua bagi kami para penyandang penyakit langka.
Bergabung dengan Indonesia Rare Disorders
Bertemu dengan keluarga Indonesia Rare Disorders (IRD) di Dinsos Jateng memperingati Rare Diseases Day 2020 (Foto : Dok. Pribadi) |
Sudah satu tahun lebih saya bergabung dengan Indonesia Rare Disorders (IRD) yang memiliki anggota lebih dari 500 orang yang berasal dari seluruh wilayah di Indonesia bahkan ada pula anggotanya yang berdomisili di luar negeri. Anggota Indonesia Rare Disorders terdiri dari para penyandang penyakit langka itu sendiri, orang tua yang bertindak sebagai caregiver, perawat, dokter ahli konselor dan dokter-dokter ahli pada bidangnya masing-masing.
Baca juga : Seckel Syndrome, Berperawakan Kecil Tak Lebih dari 100cm
Perkenalan saya dengan Indonesia Rare Disorders bermula dari postingan Koko Prabu yang juga memiliki putra dengan penyakit langka yaitu Cornelia de Lange Syndrome (CdLS). Dari postingannya lah saya menanyakan tentang penyandang Friedreich’s Ataxia, tapi hasilnya nihil. Koko Prabu adalah salah satu pendiri Indonesia Rare Disorders bersama dua temannya yaitu Yola Tsagia dengan putrinya yang memiliki penyakit langka Treacher Collins Syndrome (TCS) dan Wynanda B S Wibowo dengan putrinya yang memiliki penyakit langka yaitu Cry Du Chat Syndrome (CdCS)
Indonesia Rare Disorders adalah sebuah komunitas untuk saling berbagi serta menguatkan satu sama lain. Sebagai penyandang penyakit langka dewasa, melihat curahan hati para orangtua, sayapun berpikir, "Mungkin seperti itu pula yang orang tua saya rasakan atas kondisi yang saya miliki.” Seperti contoh paling sederhana adalah curhatan seorang ibu, ketika anaknya dipandang rendah orang lain karena penyakit langka yang dimiliki. Apalagi jika penyakit langka itu bisa dilihat jelas dari fisiknya. Bahkan, ada kejadian seorang ibu hamil yang bertemu dengan penyandang penyakit langka langsung mengelus perutnya dan berkata "amit-amit jabang bayi" Hati siapa yang tidak teriris ketika mendengarnya. Saya sendiri yang tidak pernah mengalaminya turut bersedih, apalagi orang tuanya. Tenang saja penyakit langka itu tidak menular kok. Sekalipun kalian bersentuhan langsung.
Odilia, Odalangka Treachers Collins Syndrome (Foto : Dok. Yola Tsagia) |
Oyik,Odalangka Cornelia de Lange Syndrome (Foto : Dok. Koko Prabu) |
Kirana, Odalangka Cry Du Cat Syndrome (Foto : Dok. Wynanda S) |
Perlakuan Diskriminatif Terhadap Odalangka (Orang dengan Kelainan Langka)
Banyak perlakuan diskriminatif lain yang diterima para penyandang penyakit langka. Dalam masalah pendidikan misalnya secara sepihak, sekolah mengeluarkan anak didiknya karena takut dianggap tidak bisa mengikuti mata pelajaran sehingga menganggu proses belajar mengajar. Sampai segitunya ya, padahal para penyandang penyakit langka itu hanya memiliki keterbatasan di gerak fisiknya saja bukan pada kemampuan kognitifnya. Beruntung sekarang ada sekolah inklusi. Ya, meski jumlahnya terbatas dan hanya bisa ditemui di kota-kota besar. Para penyandang penyakit langka tidak butuh dikasihani hanya butuh dimengerti serta diterima dengan hati. Kami juga bisa berprestasi asal diberi kepercayaan dan kesempatan. Keterbatasan yang kami miliki bukanlah halangan untuk meraih mimpi.
Hari Penyakit Langka Sedunia
Keberadaan para penyandang penyakit langka memang sering terabaikan. European Organisation for Rare Diseases (EURORDIS), sebagai penggagas, menyatakan setiap tanggal terakhir di bulan Februari diperingati sebagai Hari Penyakit Langka. Yang sudah dirayakan secara global sejak tahun 2008. Hari Penyakit Langka bertujuan untuk meningkatkan awareness, pemahaman masyarakat tentang arti apa penyakit langka itu sendiri dan tantangan yang dihadapi oleh pasien, caregiver, perawat, dokter, ahli medis serta komunitasnya.
Setiap tahunnya peringatan Hari Penyakit Langka mengusung tema yang berbeda. Tahun 2016, tema yang diusung adalah Join Us In Making The Voice Of Rare Diseases Heard. Dan di Indonesia baru memperingatinya di tahun 2016, yang diprakarsai oleh Indonesia Rare Disorders untuk pertama kalinya. Wow … Amazing!
Untuk tahun 2017, temanya adalah With Research Possibilities Are Limitless. Dengan penelitian meski dengan segala keterbatasan baik secara finansial ataupun data-data dari pasien penyakit langka di seluruh dunia. Dengan penelitian yang terus dilakukan dan dikembangkan dapat membawa masa depan yang cerah dan penuh harapan bagi para penyandang penyakit langka. Penelitian yang sedang dilakukan juga tak lepas dari dukungan semua pihak yang terkait.
Peringatan Rare Diseases Day 2018 di Jakarta, Indonesia (Foto : Dok. IRD) |
Mari tingkatkan awareness kita terhadap penyakit langka. Dukungan kalian sangat berarti bagi kami para penyandang penyakit langka yang berjuang setiap hari untuk melawan penyakit yang kami miliki.
Bahwa kami Nyata ada di sekitar kalian. Kami memang Langka karena jumlah kami yang sedikit, tapi kami juga bisa Berdaya seperti orang lain pada umumnya.
Salam Rare,
Langka, Nyata dan Berdaya
Individually we are rare, together we are strong!