DIKIRA JUKIR

January 13, 2021

 

dikira jukir


Rabu, 06 Januari 2021 saya mendapat kabar jika naskah saya berjudul Dikira Jukir dimuat di rubrik Ah Tenane Solopos. Dikira Jukir adalah naskah pertama saya yang dimuat di awal tahun 2021. Semoga ke depannya semakin banyak karya saya yang dimuat di media atau menjuarai lomba. 

Jujur saya terkejut saat tahu tulisan saya Dikira Jukir dimuat di rubrik Ah, Tenane Solopos, edisi Rabu, 06 Januari 2021 karena naskah ini saya kirim tanggal 21 Desember 2020. Cukup lama juga ya masa tunggunya? Jadi saya pikir tidak lolos. Berdasarkan pengalaman, biasanya jarak antara waktu memgirim naskah dan waktu dimuat kurang dari satu minggu

Oh ya tulisan saya ini aslinya berjudul Dikira Tukang Parkir tapi diganti menjadi Dikira Jukir.

Selamat Membaca!


DIKIRA TUKANG PARKIR

Oleh : Yeni Endah

 



Pak Jon Koplo dan Bu Genduk Nicole mendatangi kedai bakaran milik anak mereka yaitu Lady Cempluk di daerah Tembalang, Semarang. Hari itu adalah hari pertama Cempluk mulai berjualan. Sebagai orangtua, mereka cukup bangga dengan Cempluk yang mulai belajar mandiri secara finansial meski usianya baru 20 tahun. Sebagai bentuk dukungan, Bu Nicole berniat nglarisi, dengan membeli dagangan Cempluk untuk dibagikan ke tetangga sekaligus sebagai sarana promosi. 

Sesampainya di lokasi, kedai bakaran milik Cempluk sedang ramai pembeli. Maka Pak Koplo dan Bu Nicole memutuskan untuk menunggu giliran seperti pembeli lainnya. Namun belum ada 5 menit, Pak Koplo sudah tidak betah. 

“Bu, Bapak tak jalan-jalan ning sekitar kene dhisik ya,” pamit Pak Koplo. 



Baca juga : Cara Mengirim Tulisan ke Rubrik Ah Tenane Solopos




Baru berjalan beberapa meter, Pak Koplo melihat Tom Gembus, teman SMP Cempluk keluar dari kedai bakaran dan menuju tempat parkir. Merasa mengenal Gembus, Pak Koplo lalu mengikuti Gembus dari belakang. 

Niki artanipun Pak,” kata Gembus sambil mengangsurkan selembar uang dua ribuan. 

Lho, apa iki?” tanya Koplo kaget. 

Arta parkir, Pak,” jawab Gembus datar. 

“Pluk, deloken iki bapakmu dikira tukang parkir karo Gembus,” teriak Pak Koplo pada Cempluk. 

Cempluk lalu menghampiri Pak Koplo. 

“Ada apa Pak?” Cempluk tampak bingung. 

Pak Koplo kemudian menceritakan kejadian sesungguhnya. 

“Oalah, Mbus. Masa awakmu ora ngenali bapake kancamu dewe. Iki bapakku. Pak Koplo,” jelas Cempluk. 

Waduh, ngapunten nggih, Pak. Soalnya Pak Koplo ngikuti saya dari belakang. Jadi saya kira tukang parkir,” terang Gembus. Ia memang sama sekali tak mengingat wajah Pak Koplo. Dulu saat Gembus sering main ke rumah Cempluk, Pak Koplo selalu tidak ada di rumah, karena belum pulang kerja. Jadi jarang bertemu. 

Nyoh, iki duitmu. Moh nak Rp.2000, nak Rp.20.000 yo gelem.” Pak Koplo mengembalikan uang milik Gembus sambil tertawa. Sementara Gembus, hanya bisa tertunduk malu. 



SELESAI

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe