Alhamdulillah, Rabu, 22 Juli 2020, tulisan saya berjudul "Kalah Pamor" dimuat di rubrik, Ah Tenane, Solopos. Masa tunggu pemuatan kali ini lebih cepat daripada naskah-naskah saya sebelumnya yang dimuat di rubrik Ah, Tenane. Biasanya masa tunggu selama satu bulan, tapi naskah kali ini sekitar satu minggu. Saya kirim tanggal 13 Juli 2020 dan dimuat tanggal 24 Juli 2020.
KALAH
PAMOR
Oleh : Yeni Endah
Sebagai wanita pekerja kantoran, Lady Cempluk terbiasa menyerahkan semua urusan rumah tangga pada Genduk Nicole, asisten rumah tangganya. Cempluk hanya tahu beresnya saja. Mendadak Nicole minta izin cuti panjang dan hal itu membuat Cempluk kelimpungan mengurus rumah.
Suatu hari Cempluk kehabisan air minum di dispenser, mau tak mau ia harus membeli sendiri ke warung. Biasanya tinggal kirim pesan melalui WhatssApp pada warung tetangga kanan rumahnya yaitu Pak Tom Gembus, galon air akan diantar plus dipasang di dispenser dan tinggal bayar. Layanan istimewa. Namun saat itu warung Pak Gembus tutup dan tidak mengabari seperti biasa. Padahal Cempluk belum sempat antisipasi dan persediaan air minum benar-benar habis.
“Waduh, mau tak mau aku harus jalan agak jauh ke warung untuk beli air minum,” gerutu Cempluk dalam hati.
Saat berada di warung, ketika akan membayar dan minta diantar galonnya, si pemilik warung yang bernama Jon Koplo bertanya, “Ibu rumahnya yang mana?”
“Itu lho Pak. Lima rumah dari sini. Yang ada pohon mangganya.” jawab Cempluk.
“Oh, rumahnya mbak Nicole ya.”
Baca juga : Cara Kirim Tulisan ke Rubrik Ah, Tenane Solopos
“Betul Pak,” ucap Cempluk senang karena Pak Koplo tahu rumahnya, tapi di sisi lain ia juga kesal karena Nicole yang lebih dikenal oleh pemilik warung.
“Sudah berapa lama kerja sama mbak Nicole?”
Cempluk melongo dan bingung dengan pertanyaan itu.
“Kok saya baru lihat mbaknya beli galon ke warung saya?” Imbuh Koplo.
Cempluk baru menyadari pertanyaan dari Koplo setelah melihat penampilannya.
“Ladalah. Dikira aku iki asisten rumah tanggane Nicole, amarga aku nganggo daster elek, rambut dikuncir asal-asal lan sandal jepit. Beda karo Nicole yen tugas klambine necis,” dengus Cempluk kesal.
Saat tak ngantor, Cempluk memang selalu memakai daster saat di rumah. Selain itu Cempluk juga jarang berinteraksi dengan tetangga, karena harus pergi ke kantor pagi hari dan sering pulang hingga larut malam. Saat ada pertemuan wargapun ia jarang datang.
“Oalah. Jadi ini tho resikonya kalau kurang gaul sama tetangga warung. Jadi kalah pamor sama asisten rumah tangga. Ternyata pepatah Jawa berlaku ya ‘Ajining raga saka busana’ Seseorang itu dinilai atau dihargai dari pakaian yang dipakai,” batin Cempluk.
SELESAI