Setiap tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Kesadaran Autisme Sedunia atau World Autism Awareness Day (WAAD).WorldAutism Awareness Day telah diselenggarakan setiap tahun sejak 9 September 1989. Penetapan hari ini berdasarkan Resolusi Majelis PBB yang ditetapkan pada 18 Desember 2007, berdasarkan usulan Perwakilan Negara Qatar, dan didukung oleh semua negara anggota.
Pada Resolusi Majelis PBB, Hari Kesadaran Autisme Sedunia atau World Autism Awarness Day (WAAD), PBB menghimbau agar semua negara anggota untuk mengambil langkah untuk meningkatkan kesadaran terhadap autisme di kalangan masyarakat.
World Autism Awareness Day biasanya diwakilkan dengan adanya penggunaan atribut berwarna biru (Light It Up Blue) dengan berisikan vendel-vendel yang menyatakan peduli terhadap autisme. Tidak hanya itu, di beberapa kota dan juga negara perayaan WAAD ini melibatkan bangunan besar sebagai landmark. Misalnya saja bangunan Tugu Muda dan Balaikota Semarang yang berwarna biru pada malam hari. Hal ini dilakukan pemerintah kota Semarang sebagai wujud kepedulian dan partisipasi akan peringatan WAAD.
Salah satu bentuk kepedulian kota Semarang dalam rangka WAAD dengan"membirukan" Tugu Muda pada malam hari (Foto : FB Pak Tommy Said)
Tiang-tiang Balaikota Semarang yang ikut membiru (Foto : FB : Pak Tommy Said)
Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan penyandangnya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, autisme juga menyebabkan gangguan perilaku dan membatasi minat penyandangnya.
Berdasarkan data yang dihimpun WHO, autisme terjadi pada 1 dari 160 anak di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai jumlah penyandang autisme
Kenali gejala autisme sejak dini karena semakin cepat diketahui maka semakin mudah untuk penanganannya. Gejala-gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari usia tiga puluh bulan sejak kelahiran hingga usia maksimal tiga tahun. Penyandang autisme juga dapat mengalami masalah dalam belajar, komunikasi, dan bahasa. Seseorang dikatakan menyandang autisme apabila mengalami satu atau lebih dari karakteristik berikut, di antaranya kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif, kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang repetitif, dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal.
Untuk penyandang autisme dengan gejala yang ringan, aktivitas sehari-hari masih dapat dilakukan dengan normal, tapi bila gejala tergolong parah, akan sangat membutuhkan bantuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Gejala Terkait Komunikasi dan Interaksi Sosial
1. Sekitar 25-30% anak dengan autisme kehilangan kemampuan berbicara, meski mereka mampu berbicara saat kecil. Sedangkan 40% anak autisme tidak berbicara sama sekali.
2. Tidak merespons saat namanya dipanggil, meskipun kemampuan pendengarannya normal.
3. Tidak pernah mengungkapkan emosi, dan tidak peka terhadap perasaan orang lain.
4. Tidak bisa memulai atau meneruskan percakapan, bahkan hanya untuk meminta sesuatu.
5. Sering mengulang kata (echolalia), tapi tidak memahami penggunaannya secara tepat.
6. Sering menghindari kontak mata dan kurang menunjukkan ekspresi.
7. Nada bicara yang tidak biasa, misalnya datar seperti robot.
8. Lebih senang menyendiri, seperti "memiliki dunia sendiri"
9. Cenderung tidak memahami pertanyaan atau petunjuk sederhana.
10. Enggan berbagi, berbicara, atau bermain dengan orang lain.
11. Menghindari dan menolak kontak fisik dengan orang lain.
Gejala Pada Pola Perilaku
1. Sensitif terhadap cahaya, sentuhan, atau suara, tapi tidak merespons terhadap rasa sakit.
2. Rutin menjalani aktivitas tertentu, dan marah jika ada perubahan.
3. Memiliki kelainan pada sikap tubuh atau pola gerakan, misalnya selalu berjalan dengan berjinjit.
4. Melakukan gerakan repetitif, misalnya mengibaskan tangan atau mengayunkan tubuh ke depan dan belakang.
5. Hanya memilih makanan tertentu, misalnya makanan dengan tekstur tertentu.
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Berat atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralelkan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.
Sampai saat ini belum dapat dipastikan apa penyebab autisme. Berdasarkan penelitian para ahli menghasilkan beberapa hipotesis mengenai penyebab autisme. Dua hal yang diyakini sebagai pemicu autisme adalah faktor genetik atau keturunan dan faktor lingkungan seperti pengaruh zat kimiawi ataupun vaksin.
Tunjukkan kepedulianmu untuk para penyandang autisme dimulai dari cara yang sederhana yaitu Jangan Menjadikan Autisme sebagai kata yang bisa dijadikan bahan becandaan. Because Autism Is Not A Joke!
Ada 4 A yang harus dilakukan untuk penyandang Autisme sebagai bentuk kepedulian yaitu Awareness, Acceptance, Appreciation, Accomodation.