Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melihat dan mengukur kemampuan menulis adalah dengah mengikuti lomba menulis. Saat ini banyak info tentang lomba menulis di-share di sosial media. Meski begitu, sebagai penulis harus pintar memilih lomba mana yang ingin kita ikuti biar nggak ketipu.
Kenapa saya bilang ketipu? Karena banyak banget teman penulis, terutama penulis pemula yang terjebak lomba menulis abal-abal. Misalnya saja ada teman penulis yang ikut lomba nulis dan karyanya lolos seleksi dan akan dibukukan menjadi buku antologi. Tentu seneng dong, tapi supaya dia punya buku antologi tersebut dan sebagai apresiasi untuk diri sendiri, harus transfer sejumlah uang. Ketika udah transfer, eh nggak ada kejelasan. Buku nggak terbit-terbit, panitia hilang tanpa jejak dan uang melayang. Tragis banget ya nasibnya. Maka dari itu seorang penulis harus jeli dan hati-hati saat akan ikut lomba menulis. Waspadalah!
Baca juga : 7 Hal yang Membuat Saya Terus Menulis Meski Hanya Menggunakan Satu Jari
Tahun 2015, saat saya pertama kali mengawali "karir" menulis, saya juga suka ikut lomba menulis kok. Beruntungnya saya bertemu orang baik, yang memberitahu tentang penerbit yang amanah--yang nggak akan menipu. Nulis itu kan nggak gampang, karena harus menyempatkan waktu di tengah kesibukan. Nyesek banget kan kalau udah capek-capek nulis, tapi nggak ada karya nyata malah kena tipu. Duh sakitnya. Bukannya suudzon, tapi sebagai antisipasi, saya akan berbagi pengalaman saat akan ikut lomba menulis.
Ada 5 hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari penipuan berkedok lomba menulis.
1. Berbayar apa nggak
Kalau ada lomba menulis yang harus bayar, saya langsung nggak ikut. Kenapa begitu? Karena namanya lomba itu kasih hadiah bukannya harus bayar. Hadiah lomba itu ya dari uang penyelenggara atau sponsor bukannya dari peserta. Bisa jadi panitia lomba adalah penerbit baru yang kurang dana.
Coba deh kita hitung jika uang pendaftaran lomba sebesar Rp.50.000 dikali 100 peserta berapa uang yang akan didapat. Dan hadiah yang diberikan kepada pemenang tidak sesuai dengan nominal uang pendaftaran. Setelah uang diterima, panitia menghilang, membawa pergi harapan dan uang raib entah kemana. Memang ada beberapa teman yang berpendapat,
"Ya nggak apa-apa ikut lomba menulis berbayar. Kan niatnya cari pengalaman."
Itu hak setiap individu, kalau saya sih ogah ya buat ikutan. Biarlah dikira mata duitan, karena mikirin materi.
2. Siapa Jurinya
Perhatikan dengan cermat siapa juri lomba menulis yang akan kita ikuti. Pastikan bahwa ada lembaga dan penanggungjawab yang jelas dan dapat dipercaya. Pastikan juga, lembaga yang tertera dalam pengumuman lomba itu memang benar-benar sedang mengadakan lomba menulis atau nggak. Terkadang ada sebuah lomba yang dalam poster daringnya mencantumkan suatu organisasi kemasyarakatan yang terpercaya. Namun, setelah dicek di website resmi tidak ada pengumuman lomba berbayar. Yang ada adalah lomba menulis dengan biaya pendaftaran gratis.
Saat ikut lomba menulis penting banget untuk tahu siapa jurinya. Apakah berkompeten di dunia literasi? Entah jurinya seorang penulis, jurnalis ataupun blogger. Kalau perlu cari informasi tentang juri-juri lombanya karena sekarang ini banyak banget lho yang ngaku-ngaku jadi juri padahal belum becus nulis dan nggak punya prestasi di dunia literasi sama sekali.
3. Senilai Nggak Hadiahnya dengan Jerih Payah Nulis
Sekarang ini banyak banget yang menyepelekan kreativitas hanya dengan memberi pulsa 20k atau bahkan e-sertifikat yang sebenarnya bisa bikin sendiri.
Kreativitas itu mahal lho. Gimana orang mau menghargai jika kita nggak bisa menghargai diri sendiri. Kreativitas itu mahal karena perlu proses panjang. Misalnya saja saat saya menulis artikel untuk lomba blog. Saya harus membuat outline, mengumpulkan data, dan interview. Nulisnya pun nggak satu atau dua jam tapi seminggu lebih. Jadi wajarlah kalau ikut lomba itu juga harus pinter milih. Salah satunya pinter milih hadiah lomba buat apresiasi diri sendiri.
Baca juga : Kebahagiaan yang Didapat Dari Menulis
Oh ya tidak semua lomba menulis yang hadiahnya e-sertifikat itu menipu, karena saya pernah ikut lomba nulis cerpen di penerbit indie, hadiahnya e-sertifikat. Untuk bukunya harus beli pakai uang sendiri, sebagai apresiasi untuk diri sendiri. Masa iya, tulisan kita dibukukan dalam buku antologi kita nggak punya bukunya.
Alhamdulilah, penerbitnya amanah banget. Menurutnya saya nggak apa-apa ikut lomba menulis cerpen di penerbit indie, karena dari ikut lomba tersebut saya jadi lebih paham seluk beluk dunia literasi dan teman penulis yang memberikan banyak masukan. Ya ibaratnya ikut lomba menulis di penerbit indie bisa dijadikan awalan atau batu lompatan untuk langkah selanjutnya misalnya kirim tulisan ke media cetak, ikut lomba blog, atau lomba menulis di penerbit mayor.
4. Ribet nggak syaratnya
Terkadang ada lomba menulis yang syaratnya lebih ribet daripada nulisnya. Contoh syarat lomba yang ribet itu seperti sebarkan info lomba ini di minimal dua akun sosmedmu, unggah karyamu dengan menandai akun a, b, c, d, e. Wajib follow akun ba, bi, bu. Daftar di link A, setelah daftar jangan lupa kirim ke no. C sebagai bukti. Aduh, ribetnya! Masih mending kalau cuma share info dan mengunggah karya di sosmed kita dan menandai panitia penyelenggara, tapi kalau sampai harus tag lebih dari itu, apalagi sampai belasan atau puluhan, kok rasanya seperti jadi promosi gratisan ya?
5. Bertanya pada teman yang lebih berpengalaman
Kalau mau ikut lomba jangan malu bertanya pada teman yang lebih berpengalaman. Berpengalaman maksudnya bisa dari segi usia atau pengalamannya ikut lomba menulis. Pastikan kalau mau ikut lomba nulis, ada nggak di lingkaran pertemananmu yang pernah mengikuti lomba tersebut.
Jika sebuah lomba menulis itu "sehat" maka pihak penyelenggara akan mengadakannya tiap tahun dengan tema yang berbeda. Jangan malu bertanya biar nggak kesasar apalagi kena tipu. Untuk menulis kita bisa melakukannya sendiri, tapi untuk jadi penulis, kita perlu bergaul dan berkumpul dengan orang yang memiliki passion sama.
Tulisan ini hanya sekedar berbagai pengalaman, agar teman-teman yang ingin jadi penulis tidak terjebak oleh penipuan yang berkedok lomba menulis.
"Ikutlah lomba menulis yang sungguhan bukan abal-abal. Kan sayang banget udah capek-capek nulls, terus bayar pula, harus tag sana-sini tapi ternyata zonk. Sakit kan rasanya! Melebihi patah hati ditinggal orang tercinta. Huhu ..."
Semoga apa yang saya tulis bisa bermanfaat dan membuat kita lebih berhati-hati untuk tidak sembarangan atau grasa-grusu ikut lomba menulis.
Salam Literasi. Mari Berkarya Dengan Cinta dan Ketulusan!