Agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari seseorang perlu bekerja. Bekerja ada dua macam yaitu bekerja formal atau informal. Bekerja formal contohnya adalah bekerja di suatu perusahaan dan bekerja di sektor informal kamu bisa membuka usaha sendiri atau wiraswasta.
Sebagai difabel, meski memiliki keterbatasan juga harus bekerja. Nggak mungkin kan kamu terus menggantungkan hidupmu pada orang. Pasti kamu ingin mandiri secara finansial. Iya kan? Untuk difabel pekerjaan yang bisa dipilih itu macam-macam. Saya sudah pernah menuliskan pilihan karir bagi difabel yang disesuaikan dengan keterbatasan masing-masing. Pilihan karir bagi difabel bisa kamu baca di sini.
Masing-masing difabel memiliki pilihan tersendiri atas karir yang dipilih. Kalau saya sendiri memiliki panggilan hidup sebagai penulis. Alhamdulillah sebagai penulis saya bisa mendapat uang dari menulis sebagai content writer, memenangkan lomba blog dan mengirim tulisan ke media cetak.
Adapula difabel yang memilih atau sedang berusaha untuk bekerja di sektor formal. Bagi saya pribadi itu bukanlah masalah. Pilihan tersebut pasti memiliki alasan. Namun bagi kamu yang memilih bekerja di sektor formal baik di instansi pemerintahan atau perusahaan kamu harus mempertimbangkan beberapa hal diantaranya adalah kenyamanan dan aksesibilitas.
Perhatikan bagaimana akses dari tempat tinggalmu menuju ke lokasi kerja apakah memungkinkan untuk kamu atau tidak. Apakah jarak yang ditempuh membutuhkan waktu yang lama? Jangan sampai kamu tidak bersemangat saat akan memulai aktivitas karena kecapekan. Jangan lupa perhatikan apakah di tempat kerja lokasinya memungkinkan untuk kondisi kamu. Apakah kamu bisa bebas bergerak untuk mobilitas. Aksesibilitas ini mencakup banyak akses seperti akses toilet, akses tempat ibadah dan lain-lain.
Bekerja di sektor formal tentu kamu harus menyiapkan mental dan harus tahan banting. Bukannya bekerja di sektor informal tidak ada tekanan lho ya. Tentu saja kadarnya berbeda. Persiapan mental bagi difabel ketika memasuki dunia kerja tak hanya butuh persiapan dari difabel itu sendiri tapi juga dari orang tua. Pahami batasan kemampuanmu, pelajari dan jangan pernah malu jika ternyata kamu bekerja di tempat di tempat yang tidak sesuai dengan ekspetasimu. Jangan takut bersaing dengan non difabel. Jika kamu mendapat kesulitan di tempat kerja jangan sungkan untuk bertanya ya.
Antara orang tua dan anak harus memiliki sifat terbuka. Hal ini untuk mencegah hal yang tidak diinginkan yaitu perundungan. Sehingga masalah apapun bisa dihadapi, selalu bisa bercerita dan tidak dipendam sendiri yang tentunya akan menimbulkan trauma yang mendalam. Banyak difabel yang memiliki sifat anak mami, kemana-mana harus selalu bersama ibunya. Tapi saat kamu sudah memutuskan untuk bekerja kamu harus mandiri.
Lalu bagaimana menyikapi difabel yang baru masuk kerja untuk pertama kali. Tentu di tempat kerja baru. Semua baru dong. Termasuk juga teman-temannya. Bagaimana jika difabel ini adalah "anak mami" juga mudah patah semangat. Baru menemui kesulitan langsung nyerah. Lagi-lagi si Mama turun tangan. Padahal si difabel sudah dewasa dan semestinya sudah bisa memutuskan sendiri? Ya kebiasaan menjadi anak mami ini sebenarnya kebiasaan yang dibentuk sendiri oleh orang tua terutama ibu. Apa-apa dilayani. Adanya rasa kekhawatiran yang berlebihan sehingga akhirnya anak tidak mampu mandiri pada saatnya. Hampir 80% ibu-ibu mengalami ini
Jadi ketika sang ibu difabel yang anak mami itu punya kewajiban untuk memotivasi si anak tiap hari. Misalnya ketika pulang dari kerja, ibu bertanya bagaimana kondisi seharian tadi di kantor atau tempat kerja. Jika si anak mengalami masalah jangan buru-buru ikut berada dipihak si anak dan menyalahkan orang lain. Justru hal tersebut akan membuat si anak selalu merasa benar dan tidak pernah melakukan kesalahan.
Beradalah pada posisi yang netral, tapi tetap memotivasi si anak dengan hal-hal positif yang akan membangun kepercayaan diri anak. Sebagai orang tua jangan pernah langsung berperan bak pahlawan untuk menyelesaikan masalah si anak, ingat bahwa dia sudah dewasa. Ajak dia untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan si ibu hanya sebagai pemberi saran.
Bekerja itu harus menimbulkan rasa nyaman. Bekerja di tempat baru berarti kamu harus beradaptasi. Terus bagaimana kalau sudah tidak nyaman di tempat kerja? Apa solusinya? Bertahan atau keluar? Selama tidak menggangu psikologismu tetap usahakan bertahan, karena mencari pekerjaan itu tidak mudah, tapi kalau sudah menggangu misalnya kamu sering murung, tidak mau makan, malas bangun dan berangkat kerja, kamu bisa memutuskan untuk keluar.
Penyebab ketidaknyaman bekerja itu bermacam-macam. Bisa dari diri sendiri atau faktor dari luar. Kamu harus hati-hati kalau diawal kerja sudah ada masalah, kamu tidak mampu beradaptasi dan kaget dengan situasi baru atau barangkali juga sudah mulai mendapatkan tekanan dari supervisor, kalau kondisinya seperti ini orang tua harus memotivasi untuk tetap bertahan. Beberapa perusahaan ada masa percobaan 3 - 6 bulan karena pada masa itulah cobaan untuk beradaptasi dan loyalitas diuji.
Jangan lupa pelajari kontrak kerja, tugas apa saja yang harus kamu kerjakan. Jika dalam kontrak kerja tidak dicantumkan tugas yang seharusnya tidak kamu kerjakan, melalui HRD perusahaan kamu bisa mengajukan complain karena itu adalah hakmu. Biasanya HRD akan mempelajari kembali kontraknya dan jika memang ada kesalahan kontrak akan di-adendum ( diperbaharui) sesuai dengan kesepakatan baru.
Jadi apapun pilihanmu bekerja di sektor formal atau informal berada di tanganmu sepenuhnya. Setiap keputusan pasti akan ada konsekuensinya. Pahami dulu karakter dan passion dalam dirimu sehingga kamu tidak salah dalam mengambil keputusan.
Mari menjadi difabel tangguh dan berdaya!