THE STORY ABOUT ME AND KOMUNITAS SAHABAT DIFABEL

July 31, 2017







Jika bisa memilih takdir kita masing-masing tentu diantara kita tidak ada yang ingin terlahir sebagai difabel ataupun menjadi difabel ketika dewasa. Namun pada akhirnya disadari ataupun tidak kita semua akan menjadi difabel suatu hari nanti dengan berbagai alasan yang melatar belakanginya.

Saya sendiri menjadi difabel dan sebagai full time wheelchair user ketika berumur 19 tahun akibat kelainan langka yang saya miliki. Saya sendiri tidak menyangka jika keistimewaan pada bentuk kaki saya yang high arches adalah salah satu ciri dari kelainan langka yang saya miliki yaitu Friedreich's ataxia.

Meskipun difabel tapi saya sama sekali buta tentang dunia difabel. Saya baru mengerti tentang  dunia difabel dan segala hal tentang difabel sekitar dua tahun yang lalu. Ketidaktahuan saya tentang difabel mungkin dikarenakan saya tinggal di lingkungan dengan orang-orang yang berfisik sempurna, yang minim akan informasi akan dunia disabilitas.

Maka dua tahun yang lalu, saya mencoba mencari informasi tentang dunia difabel. Saya ingin mempunyai teman difabel dan ingin berbagi pengalaman dengan mereka. Pertama yang saya lakukan adalah mencari tahu tentang komunitas difabel yang ada di facebook. Dan salah satu grup Difabel yang saya temukan adalah Komunitas Sahabat Difabel. Sejak itu pula seiring berjalannya waktu saya mulai mempunyai banyak teman difabel meski sebatas maya.

Sudah dua tahun saya menjadi anggota dari Komunitas Sahabat Difabel, tapi baru bulan Desember 2016 saya mulai aktif  berkegiatan bersama Komunitas Sahabat Difabel. Selama dua tahun itu pula saya hanya mengetahui kegiatan Komunitas Sahabat Difabel hanya sebatas di grup Facebook. Memang segala sesuatu di dunia ini akan terjadi pada saat dan waktu yang tepat.

Waktu itu, Komunitas Sahabat Difabel mengadakan kegiatan di daerah Kanfer yang jaraknya hanya sekitar 5 menit dari rumah saya. Setelah kegiatan, Bu Noviana Dibyantari mampir ke rumah saya bersama Mbak Yanti. Dari situlah pertama kali saya mengenal Bu Novi, salah satu founder dari Komunitas Sahabat Difabel. 

Setelah berkunjung dari rumah saya, beberapa hari kemudian Bu Novi mengajak saya untuk berkegiatan bersama Komunitas Sahabat Difabel untuk pertama kalinya yaitu tanggal 23 Desember 2016 dalam acara Makan Bareng 1000 Difabel dan Anak Yatim Piatu. Ketika diajak tentu saja senang dan mau ikut, tapi terkendala transportasi. Akhirnya Bu Novi memberikan solusi yaitu saya dijemput Mbak Yanti dan juga Mas Adit,  putra sulung Bu Novi.


Kali kedua bertemu dengan Bu Novi di UTC
(Foto : Dok. Pribadi)

Di acara Makan Bareng 1000 Difabel itu saya bisa bertemu dengan teman-teman yang selama ini hanya saya kenal dan berteman serta berkomunikasi sebatas di Facebook. Salah satu diantaranya adalah bisa bertemu dengan Mbak Susiyana, mendapatkan teman baru dan tentu saja memperoleh pengalaman baru.

Ketika ikut acara Makan Bareng 1000 Difabel, saya juga pergi untuk pertama kalinya tanpa Ibu karena biasanya kalau kemana-mana saya selalu pergi ditemani Ibu. Jadi tidaklah heran ketika teman-teman saya tahu kalau saya pergi tanpa Ibu mereka tidak percaya. Maklum saja, predikat “Anak Ibu” atau “Mbokisme” sudah melekat di diri saya. Acara Makan Bareng 1000 Difabel menjadi salah satu memorable moment di hidup saya. 


Akhirnya bisa bertemu dengan Mbak Susi setelah sekian lama kami berteman di Facebook
(Foto : Dok. Pribadi)


Komunitas Sahabat Difabel mempunyai rumah yang dijadikan tempat bagi teman-teman difabel untuk berkreasi dan menggali potensi yaitu Roemah D  yang terletak di Jalan MT. Haryono no. 266 seberang radio Gajah Mada.

 Saya pertama kali berkunjung ke Roemah D, ketika ada kunjungan dari PT. SAMI dan saat itu juga untuk pertama kali saya pergi dengan salah satu teman difabel menggunakan salah satu jasa layanan transportasi online. Wow ... Unbelieveable, I did it!

Roemah D, yang lokasinya bisa dilihat melalui Google Maps


Setelah bergabung di Komunitas Sahabat Difabel banyak hal yang saya pelajari juga hal baru yang saya lakukan untuk pertama kali seperti saat acara kunjungan mahasiswa Ecoweek, saya diminta Bu Novi untuk jadi MC. Waktu dapat amanah itu saya tidak percaya dan langsung berkeringat dingin. Bagaimana tidak? Saya yang pendiam (menurut pendapat teman-teman saya) malah diminta jadi MC. Yang semua orang tahu untuk menjadi MC itu butuh interaksi dan juga atraktif.

 Foto bareng teman-teman setelah acara Ecoweek
(Foto : Dok. Pribadi)

Menjadi anggota dari Komunitas Sahabat Difabel adalah salah satu anugerah terindah dalam hidup saya. Keikutsertaan saya di Komunitas Sahabat Difabel menimbulkan rasa yang saling bertentangan. Saya senang karena selalu ada cerita baru dan hidup jadi lebih berwarna. Namun di sisi lain ada perasaan sungkan karena kalau ikut kegiatan saya hanya jadi “penonton” Rasanya ada sesuatu yang kurang. Tapi ketika Komunitas Sahabat Difabel ikut dalam acara Difable Fest di Politeknik Semarang, yang mana acara tersebut adalah project event dari mahasiswa semester akhir Jurusan Administrasi Bisnis Politik Negeri Semarang. Bu Novi memberi tugas pada kami, beberapa teman difabel yang tidak ikut performance untuk membuat reportase acara tersebut.
Saya pun menulisnya, alhamdulillah beberapa hari kemudian saya mendapat kabar gembira jika reportase saya dimuat di Suara Merdeka. Maka sejak itu setiap kali Komunitas Sahabat Difabel mengadakan event saya diberi amanah untuk membuat reportase. Sudah dua kali reportase saya dimuat di Suara Merdeka yaitu tentang Difabel Fest dan Konser Inklusi Sentuhlah Dengan Hati yang digelar di Teater Liem Liang Peng Sekolah Nasional Karang Turi, Perumahan Graha Padma.

Foto bareng teman-teman dan panitia dari Difabel Fest
(Foto : Dok. Pribadi)


Reportase tentang Difabel Fest yang dimuat di Suara Merdeka
(Foto : Dok. Pribadi)

Konser Inklusi
(Foto : Dok. Pribadi)

 
Reportase tentang Konser Inklusi yang dimuat di Suara Merdeka
(Foto : Dok. Pribadi)


Berkegiatan bersama Komunitas Sahabat Difabel juga membuat saya bisa mengenang masa kecil yaitu ketika ikut dalam acara Dugderan. Tahun 2017, takmir masjid Agung Semarang melibatkan disabilitas dalam acara Dugderan. Saya bisa melihat kembali warag ngendhog, kembang manggar dan bisa berjabat tangan dengan Pak Walikota, Hendar Prihadi beserta rombongan. Kemudian mapag hingga ke Masjid Agung Semarang.


Menunggu Pak Walikota beserta rombongan kemudian mapag hingga Masjid Agung Semarang
(Foto : Dok.Pribadi)


Di bulan suci Ramadhan, saya juga berkesempatan untuk menjadi MC dalam acara Buka Bersama 1000 Difabel - Komunitas Sahabat Difabel - Relawan Lintas Komunitas Kota Semarang di halaman kantor Gubernuran. Tak hanya itu saja bulan suci Ramadhan menjadi bulan penuh berkah bagi Komunitas Sahabat Difabel karena kami mendapat undangan untuk buka puasa bersama dari berbagai pihak.


Foto bareng Buka Bersama 1000 Difabel
(Foto : Dok. Pribadi) 


Menjadi bagian dari keluarga Komunitas Sahabat Difabel membuat saya bisa mengunjungi tempat yang belum pernah saya datangi salah satunya adalah di Hotel Horison untuk memenuhi undangan  buka puasa bersama KADIN yang kemudian dilanjut dengan nge-mall bareng di Citra Land.



Buka Bersama KADIN di Hotel Horison
(Foto : Dok. Pribadi)

Nge-Mall Bareng di Citra Land Mall
(Foto : Dok. Pribadi)


Menjadi bagian dari keluarga Komunitas Sahabat Difabel membuat saya bisa bertemu dengan pejabat di pemerintahan Jawa Tengah seperti bertemu dengan Ibu Atiqoh Ganjar Pranowo, Bapak Nur Hadi Amiyanto kepala Dinas Sosial Jawa Tengah, Ibu Hevearita Gunaryanti wakil Walikota Semarang dan Bapak Tommy Said Kepala Dinas Sosial Kota Semarang.

Berjumpa dengan bunda Anne Avantie yang selama ini saya hanya bisa melihat beliau di televisi. Namun pada tanggal 22 Juni 2017 saya bisa bertemu, bahkan tangan saya pun digenggam erat oleh Bunda Anne Avantie. Suatu kebahagiaan, kebanggaan serta kehormatan bagi saya bisa ikut terlibat dalam acara Berbagi Kursi Roda Kasih di Wisma Perdamaian.
Lagi lagi saya mendapat pengalaman untuk belajar public speaking bareng Mas Bagas, seorang MC profesional. Masya Allah, maka nikmat Tuhan mana yang kau dustakan.


 Saat Nge-MC bareng Mas Bagas
(Foto : Dok. Pribadi)


Acara Berbagi Kursi Roda Kasih di Wisma Perdamaian
(Foto : Dok. Pribadi)

.
Roemah D, tempat kami untuk berkumpul, berkreatifitas, serta berkreasi sering kali mendapat kunjungan dari berbagai pihak yang ingin mengenal lebih jauh tentang difabel. Masih teringat dalam ingatan ketika Roemah D mendapat kunjungan dari PPRBM Solo. Kunjungan Pak Sunarman Soekamto sebagai Direktur PPRBM Solo dan kawan-kawan membuat pengetahuan saya tentang dunia difabel bertambah. Membahas isu-isu tentang dunia disabilitas serta problematika di dalamnya.
“Berjuanglah atau kau akan terbuang.” Kalimat yang diucapkan oleh Pak Sunarman Soekamto yang begitu mengena di hati dan sekaligus menambah motivasi saya untuk terus berkarya menembus batas dalam keterbatasan melalui goresan pena.


 Suatu pengalaman berharga bisa sharing bareng Pak Maman dan teman-teman dari PPRBM Solo
(Foto : Dok. Pribadi)

Mbak Nia, Pak Maman dan Mbak Gita, dari kiri ke kanan
(Foto : Dok. Pribadi)

Tak hanya kunjungan dari PPRBM Solo, tapi tanggal 14 Juli 2017. Roemah D, mendapat kunjungan dari Mas Kikik, Master Tourism Jawa Tengah, membahas keterkaitan antara difabel dan pariwisata.

Bersama Mister Tourism Jawa Tengah membahas aksesibilitas di tempat pariwisata
(Foto : Dok. Pribadi)

Me and Mister Tourism Jawa Tengah
(Foto : Dok. Pribadi)


Kami, Komunitas Sahabat Difabel adalah sebuah keluarga. Kami, Komunitas Sahabat Difabel adalah satu tubuh. Ketika salah satu bagian tubuh terluka maka bagian tubuh yang lain juga merasakan sakit.

 Maka setelah kunjungan Duta Pariwisata kami berkunjung ke bengkel Mas Didik yang mengalami kebakaran tepat satu hari sebelum hari lahirnya. Kedatangan kami ke bengkel Mas Didik adalah untuk menyemangati dan menguatkan. Sebab dukamu adalah duka kami, sedihmu pun juga kesedihan kami. Dan ketika berkunjung ke bengkel Mas Didik, saya mendapatkan lagi pengalaman seru yaitu naik ambulance dan ambulance-nya pun istimewa. Karena ambulance yang dipakai adalah ambulance Wisma Kasih Bunda Anne Avantie.

Saat berkunjung ke bengkelnya Mas Didik
(Foto : Dok. Pribadi)

Didorong Bu Novi menuju ambulance
(Foto : Dok. Pribadi)


Di komunitas Sahabat Difabel saya bisa menambah ilmu pengetahuan tentang Informasi dan Teknologi (IT). 16 Juli 2017 ketika membaca di grup WhatssApp Komunitas Sahabat Difabel mengabarkan bahwa Komunitas Sahabat Difabel menjadi bagian dari Komunitas Suara Merdeka dan berita itu di-share di Instagram Suara Merdeka. Tentunya saya ingin me-repost kabar tersebut di Instagram dan juga Facebook, tapi karena saya belum bisa maka saya tanya di grup.
“Gimana caranya share di IG dan FB?”
Copy link ke repost app baru share ke FB,” balas Mas Christian, seorang photoghraper tuna rungu.
Saya ikuti langkah-langkah yang diberikan Mas Anto dan akhirnya saya bisa me-share postingan tersebut di Instagram dan Facebook yang saya miliki.


Komunitas Sahabat Difabel menjadi bagian dari Komunitas Suara Merdeka
(Foto : Dok. Pribadi)

 Sebenarnya tidak hanya sama Mas Anto saja saya belajar tentang IT tapi juga sama Mas Adit. Suatu pagi, ketika saya membuka Facebook, saya menemukan hal yang aneh pada Facebook saya. Ada like yang berjumlah ratusan dari orang tak dikenal/orang asing, karena panik langsung saya WA Mas Adit. Dan diminta untuk segera ganti password. Takut kalau ada yang nge-hack. Menghindari hal yang tidak diinginkan beberapakali bertanya, kepanikan itupun terjawab. Menurut Mas Adit Facebook saya kena “Bom Like”

Banyak ilmu dan manfaat yang  saya peroleh setelah bergabung dengan Komunitas Sahabat Difabel. Saya bisa menimba ilmu tentang menggambar dari Pak Jitet Koestana, mantan kartunis Kompas dan Semarang Cartoon Club (SECAC).

Pengalaman yang masih segar dalam ingatan tanggal 23 Juli 2017 saya berkesempatan untuk menghadiri acara di Area Car Free Day di depan balaikota Semarang memperingati Hari Anak Nasional (HAN).  Pun pada tanggal 24 Juli 2017 Roemah D, mendapat kunjungan kasih dari Radio Gajah Mada dalam memperingati ulang tahunnya yang ke-41 tahun.

Jika bulan puasa lalu, setelah acara buka bersama KADIN di Hotel Horison, Bu Novi mengajak kami untuk nge-Mall. Maka setelah kunjungan dari Radio Gajah Mada, Bu Novi nengajak kami untuk nonton bareng di XXI DP Mall Semarang.


 Memperingati Hari Anak Nasional di Area Car Free Day
(Foto : Dok. Pribadi)

Foto bareng teman-teman dan penyiar dari Radio Gajah Mada
(Foto : Dok. Pribadi)

Santai sejenak setelah menonton Spider Man : Homecoming di XXI DP Mall, Semarang
(Foto : Dok. Pribadi)


Tak terasa meski baru tujuh bulan aktif berkegiatan bersama Komunitas Sahabat Difabel (Terhitung sejak akhir Desember 2016) banyak sudah pengalaman dan pembelajaran hidup yang saya peroleh. 

Rasanya tak sabar menanti, pengalaman seru dan menarik apalagi yang akan saya alami bersama Komunitas Sahabat Difabel.
Komunitas Sahabat Difabel adalah implementasi dari Bhinneka Tunggal Ika, meski kami berasal dari suku, agama juga jenis disabilitas (Tuna Netra, Tuna Rungu dan Tuna Daksa) yang berbeda tapi kami bersatu dalam sebuah wadah yaitu Komunitas Sahabat Difabel. Karena kami adalah satu hati, satu cinta dan satu harapan.

Bagi saya bergabung dalam sebuah komunitas ibarat memiliki keluarga baru. Semakin banyak kita menjadi anggota sebuah komunitas, itu berarti pula kita akan semakin banyak memiliki keluarga baru. Tapi wajib pula diingat, harus pandai-pandai memilih komunitas yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kita.

Semoga Komunitas Sahabat Difabel semakin solid, meski diterpa angin, dihantam badai dan diterjang ombak. Semakin mengudara, tapi tetap membumi.

Maju Terus Difabel Indonesia!




You Might Also Like

0 komentar

Subscribe