Dimuat di Nusantara Bertutur Kompas, 19 November 2017
Alhamdulillah
… Akhirnya usaha saya untuk tembus di
Nusantara Bertutur berhasil juga. Cernak saya “Cuci paru-paru” dimuat di Kompas
19 November 2017.
Jangan
ditanya bagaimana perasaan saya. Pasti senengg bangetttt …. Karena saya sudah
mulai mengirim cernak ke NuBi sejak bulan Mei. Setiap bulan ketika NuBi membuat
tema yang berbeda saya selalu kirim, tapi belum berhasil tembus juga. Tapi saya
tidak patah arang, justru saya semakin semangat buat kirim. Kirim naskah ke NuBi ada tantangan tersendiri buat saya karena biasanya kalau saya nulis cernaksekitar 500-700 kata, tapi kalau di NuBi sekitar 400 kata. Jadi sering kepanjangan kalau nulis hehe ...
Saya
dapat berita pemuatan Cernak saya ini dari Mas Heru Prasetyo. Waktu itu saya kasih
ucapan selamat ke Mbak Artie yang karyanya juga dimuat di Koran. Lalu Mas Heru
memberi kabar tersebut.
Rasanya
nggak percaya waktu dapat kabar. Langsung minta tolong Ibu buat cari korannya. Alhamdulillah
dapat, dan itupun korannya tinggal satu.
Pengalaman
pertama dimuat di Kompas ada sedikit
kesalahan penulisan nama. Nama saya ditulis Yenu Endah hikssss … saya langsung
kirim konfirmasi ke pihak NuBi tentang kesalahan penulisan nama ini.
Dengan
termuatnya cernak saya di Kompas semakin
membuat saya semangat menulis.
Dan
kali ini saya mau sharing tulisan
saya yang dimuat di Kompas.
CUCI PARU-PARU
Oleh : Yeni Endah
Minggu pagi,
Dhini diajak pergi Kak Ratna ke hutan pinus Mangunan, Yogyakarta.
“Ayo dik, cepetan ganti bajunya. Nanti keburu siang. Nanti
kita nggak bisa cuci paru-paru lho kalau matahari sudah beranjak naik. Dan
kalau sudah siang keburu banyak orang yang datang.”
“Hah, cuci paru-paru. Gimana caranya Kak? Apa seperti yang
dilakukan mama saat mencuci baju. Pakai detergen,” tanya Dhini polos.
“Hahaha ...,” Kak Ratna tertawa mendengar pertanyaan
Dhini. “bukan seperti itu cara mencuci paru-paru kita. Banyak polusi yang kita
hirup dari udara kotor dan juga dari asap rokok ataupun knalpot kendaraan yang
kita jumpai. Sehingga menyebabkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan
paru-paru. Ini nanti kita cuma pergi ke tempat dimana ada banyak pohon pinus
lalu jalan-jalan keliling hutan sebentar, dan menghirup aroma pinusnya
dalam-dalam. Oksigen disekitaran pohon pinus itu seger banget jadi akan
membersihkan paru-paru dari dalam. Kalau paru-paru kita bersih, darah yang
terpompa ke otak juga bersih, perasaannya juga jadi lebih tenang,” jelas Kak
Ratna.
***
Dhini berdecak kagum ketika sampai di hutan pinus
Mangunan. Ia melihat banyak pohon pinus yang menjulang tinggi dan juga udara
segar yang dapat ia hirup. Menikmati suara alam dari pohon yang bergoyang
ditambah suara burung yang saling bersahutan. Dhini pun mengitari satu persatu
pohon pinus yang ia jumpai.
“Jadi ini yang kakak maksud dengan cuci paru-paru. Tapi
sayang banget ya kak, kita bisa ke sini cuma hari minggu aja,” ucap Dhini lirih.
“Kamu nggak usah khawatir Dik. Kita bisa kok melakukannya
di lingkungan rumah kita. Asal kita mau saja menciptakan lingkungan yang asri.”
“Oh ya, gimana caranya? Dhini mau Kak,” sahut Dhini penuh
antusias.
“Dhini harus menanam pohon.”
“Pohon apa Kak?”
“Pohon apa saja bisa kita tanam, Dik. Menanam pohon
memiliki banyak manfaat bagi manusia contohnya saja pohon berfungsi untuk
berteduh di siang hari, pohon juga berfungsi untuk mencegah banjir dan tanah
longsor, selain itu pohon memberikan keindahan pada lingkungan kita.”
Dhini mengangguk, tanda mengerti.
“Kak, nanti kalau pulang kita mampir ke toko tanaman ya.
Dhini mau beli bibit pohon. Boleh kan kak?” pinta Dhini.
“Tentu boleh dong. Dik.”
“Terima kasih Kak.” Dhini memeluk kak Ratna erat.
Kemudian Kak Ratna menggelar tikar dan duduk bersama Dhini,
memakan bekal yang mereka bawa dari rumah sambil menikmati pemandangan hutan
pinus.
SELESAI