Dimuat di Solo Pos, Minggu 15 Oktober 2017
Alhamdulillah, Cernak saya dimuat di Solo Pos. Dan ini adalah cernak ketiga saya yang dimuat. Semoga semakin banyak lagi ya, cernak saya yang dimuat. Tentu saja biar dimuat harus rajin nulis dan kirim ke media. Semoga saya bisa produktif seperti para senior…, Aamin.
Saya mendapat berita dimuatnya cerita anak saya ini dari Pak Yuditeha, yang berbagi informasi di grup. Kabar dimuatnya cernak ini bertambah karena bisa satu gerbong sama Pak Sulistiyo Suparno
PIANIKA ZAHRA
Oleh
: Yeni Endah
Sejak tiga hari yang lalu, raut muka Zahra tidak seperti biasa. Tidak bersemangat. Biasanya setelah pulang sekolah, ganti baju, salat dzuhur kemudian makan siang bersama bunda, Zahra selalu menceritakan apa saja kejadian yang ia alami di sekolah. Bunda merasakan keganjilan pada sikap putrinya. Padahal Zahra adalah tipe anak yang ceria.
“Sayang, bunda lihat sudah tiga hari ini kamu tampak murung. Ada apa? Apa yang mengganggu pikiranmu?” tanya bunda saat Zahra sedang mengerjakan PR.
Zahra meletakkan pulpen yang sedang ia genggam, menutup buku lalu memandang wajah bunda.
“Mulai bulan depan, setiap murid diharuskan membawa pianika sendiri Bun, ketika pelajaran Seni dan Budaya.” Zahra menghela nafas panjang.
“Bukankah biasanya kamu pinjam pianika sama Lena, Sayang? Kalian pakai secara bergantian.”
“Iya Bun, tapi sekarang Zahra sudah nggak bisa pinjam lagi sama Lena karena ia juga membutuhkan pianika itu untuk latihan,” ucap siswi kelas 4 SD ini lirih.
“Nanti kalau ada rezeki, Bunda akan membelikan pianika untuk Zahra ya, tapi tidak dalam waktu dekat ini ya, Sayang. Sebab dua hari yang lalu uangnya sudah terpakai untuk membayar study pariwisatanya Kak Dio.”
Sebenarnya Zahra sudah tahu akan hal itu, secara tidak sengaja ia mendengar percakapan ayah dan bunda di ruang tamu setelah ia pulang dari bermain. Zahra sudah bisa menebak jawaban apa yang akan ia peroleh jika ia mengatakan permintaannya pada ayah untuk membelikannya sebuah pianika. Jadi sejak saat itu Zahra mengurungkan niatnya.
Baca juga : Cara Kirim Cerita Anak ke Solopos
Minggu pagi ketika Zahra membantu bunda berkebun, ia melihat Tante Rina yang mengantar kue putu ayu ke warung Bu Tinah sendirian. Biasanya tugas itu dilakukan oleh Mbok Darmi. Ternyata sudah seminggu ini Mbok Darmi izin pulang kampung untuk menengok anaknya yang sakit.
Tiba-tiba Zahra mendapat ide.
“Tante kalau boleh biar Zahra saja yang menggantikan tugas Mbok Darmi untuk sementara dan jika diizinkan Zahra juga ingin membantu menjual putu ayu buatan Tante ke sekolah.”
“Wah, tentu saja boleh. Dengan senang hati. Asalkan diberi izin sama bundamu ya, tapi kalau boleh tahu kenapa kok tiba-tiba Zahra mau menjual putu ayu buatan Tante?”
Zahra pun menceritakan semuanya pada Tante Rina dan hal itu juga dibenarkan oleh bunda yang berdiri tak jauh dari Zahra.
“Bagaimana, Bun? Boleh ya.”
“Boleh,” jawab bunda sambil mengangguk.
***
Keesokan paginya setelah selesai sarapan, Zahra pergi ke rumah tante Rina.
“Assalamu’alaikum,” Zahra mengetuk pintu sambil mengucap salam.
“Wa’alaikum salam,” jawab Tante Rina berjalan keluar dari arah dapur dengan celemek yang masih menempel di dada.
“Hari ini Zahra sudah siap buat bantu Tante Rina jualan kue putu ayu,” ucap Zahra penuh semangat.
“Kamu bawa dua kotak ini ya Zahra. Yang satu dititipkan di warung dan satunya lagi dibawa ke sekolah,” terang Tante Rina sambil menunjukkan dua buah kotak makan berukuran sedang.
Zahra mengangguk tanda mengerti.
“Kamu bisa bawanya, kan?” tanya Tante Rina agak khawatir.
“Bisa dong Tante, kan Zahra kuat,” jawab Zahra sambil menunjukkan kedua lengannya bak binaraga.
Tante Rina pun tertawa melihat polah Zahra. Sebelum berangkat sekolah Tante Rina memberikan Zahra satu kotak makan berukuran kecil bergambar Hello Kitty kartun favorit Zahra. Di dalam kotak itu berisi empat buah putu ayu special. Zahra memang begitu menyukai kue berwarna hijau dengan taburan kelapa putih pada bagian atasnya.
Baca juga : Cara Menulis Cerita Anak Ala Yeni
Zahra tidak menyangka jika teman-temannya juga menyukai kue putu ayu seperti dirinya. Di hari pertamanya berjualan, dagangannya langsung tandas di jam istirahat pertama. Bahkan beberapa temannya sampai tak kebagian.
Zahra melangkah pulang dengan gembira. Senyum menghiasi bibirnya di sepanjang perjalanan. Kegembiraan ini bukan hanya Zahra yang merasakan tapi juga Tante Rina. Uang yang ia peroleh dari hasil berjualan putu ayu ia tabung di celengan tanah berbentuk ayam miliknya.
***
Tak terasa sudah satu bulan Zahra membantu Tante Rina.
“Aku rasa uang yang ada di celengan sudah cukup untuk membeli pianika,” gumam Zahra dalam hati. Kemudian mengambil celengannya yang ia letakkan di meja belajar. Menjatuhkannya ke lantai. Menghitung lembar demi lembar uang yang ada di dalamnya.
“Besok aku akan minta tolong ayah untuk mengantarku ke toko alat musik. Bahagia rasanya bisa membeli sesuatu dengan uang hasil jerih payah sendiri. Bukankah tidak ada yang tidak mungkin kita raih selama kita mau berusaha,” ucap Zahra penuh syukur.
SELESAI