Anak adalah anugerah tidak ternilai dari Tuhan, juga sekaligus titipan karena tidak semua pasangan yang telah menikah dengan mudah memiliki buah hati. Maka tidaklah heran jika Tuhan telah menitipkan seorang janin pada rahim seorang Ibu maka ia akan menjaganya dengan sepenuh hati hingga ia terlahir ke dunia. Berharap anak yang lahir nantinya akan tumbuh sempurna dan tidak mempunyai suatu kekurangan apapun. Namun bagaimana jadinya jika anak yang lahir tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan? Jika si anak tidak terlahir seperti bayi pada umumnya sebab ia mempunyai kelainan langka. Tentu saja jika bisa memilih pasti diantara kita tidak ada yang menginginkannya, bukan? Sebab semua itu adalah takdir yang harus diterima. Meski tidak mudah.
Saya sendiri sebagai salah satu penyandang kelainan langka yaitu Friedreich's Ataxia pernah mengalami fase terberat dalam kehidupan saya yaitu ketika Friedreich’s Ataxia telah mengambil kemampuan kaki saya untuk melangkah. Meskipun sudah saya ketahui jika saya ini berbeda dengan teman-teman sebaya saya pada waktu kecil yaitu terletak pada bentuk kaki saya yang high arches sehingga membuat saya kesulitan dalam berjalan, kehilangan keseimbangan dan jalan beberapa meter saja sudah capek. Tapi tidak pernah terpikirkan jika Friedreich’s Ataxia akan membuat saya menggunakan kursi roda di sepanjang hidup saya. Lagi pula saya tidak pernah merasa berbeda dengan teman-teman saya yang lain karena saya tinggal di lingkungan yang kondusif. Yang tidak pernah melihat kekurangan saya melainkan kemampuan yang saya miliki.
Ketika Tuhan mengambil kemampuan kaki saya untuk melangkah di tahun 2006, butuh waktu berbulan-bulan untuk bisa menerima kenyataan yang ada. Sekali lagi berkat dukungan orang-orang tercinta saya bisa melewati fase tersebut. Setelah bisa menerima semua takdir-Nya, akhirnya dengan inisiatif sendiri saya mencari berbagai macam informasi tentang Friedreich’s Ataxia. Setelah searching sana sini hingga akhirnya saya menemukan sebuah komunitas yang menangani Friedreich’s Ataxia yang berada di USA yaitu Friedreich's Ataxia Research Alliance (FARA). Dari komunitas tersebutlah saya memperoleh berbagai informasi yang saya perlukan dan juga mendapat teman dari berbagi Negara yang memiliki kondisi yang sama.
Mengapa saya mencari informasi sendiri? Karena memang tidak dapat dipungkiri informasi tentang Friedreich’s Ataxia masihlah sangat minim di Indonesia. Bahkan dokter pun tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan yang pernah saya ajukan. Jadi saya termasuk “beruntung” karena bisa terdiagnosis.
Bulan Januari 2015 lalu secara tidak sengaja saya membuka facebook dan membaca postingan Pak Koko Prabu yang juga mempunyai putra dengan kelainan langka yaitu Cornelia de Lange Syndrome (CdLS). Untuk menanyakan tentang pasien Friedreich’s Ataxia yang ada di Indonesia namun hasilnya nihil. Pak Koko Prabu adalah salah satu penggagas berdirinya Indonesia RareDisorders (IRD) bersama dua temannya yang lain yaitu Yola Tsagia dan Wynanda B S Wibowo. Mereka bertiga mendirikan Indonesia Rare Disorders atas dasar yang sama. Karena mereka bertiga mempunyai anak dengan kelainan langka. Pak Koko Prabu dengan putranya Oyik sebagai penyandang Cornelia de Lange Syndrome (CdLS). Yola Tsagia dengan putrinya Odilia sebagai penyandang Treacher Collins Syndrome (TCS) dan Wynanda dengan putrinya Kirana sebagai penyandang Pierre Robin Sequence (PRS) non Isolated. Sejak bergabung dengan Groups Indonesia Rare Disorders (IRD). Dari sanalah saya mengenal Rare Disorders yang ada di Indonesia.
Di komunitas Indonesia Rare Disorders yang sudah memiliki lebih dari 400 anggota ini, terdiri dari para penyandang kelainan langka, orang tua, dokter ahli dan konselor genetik serta yang lainya. Indonesia Rare Disorders adalah wadah untuk saling curhat dan menguatkan satu sama lain karena memberi dukungan itu yang sangat penting.
Saya sungguh beruntung bisa bergabung di komunitas Indonesia Rare Disorders sebagai wadah edukasi pada masyarakat agar membuka mata mereka bahwa kami para penyandang kelainan langka itu ada di antara mereka yang terkadang terabaikan. Para penyandang kelainan langka tidak memerlukan belas kasihan hanya butuh pengertian. Bahwa kami bisa berdaya guna juga di masyarakat jika diberi kesempatan. Melalui Indonesia Rare Disorders pula sebagai sarana untuk meningkatkan awareness dan penerimaan penyakit langka bagaimana sulitnya menjalani hidup sebagai penyandang kelainan langka yang setiap hari harus berjuang melawan sakit, menjalani pengobatan dan theraphy yang melelahkan dan membutuhkan biaya tidaklah sedikit.
Ada satu hal yang membuat saya sedih dan tidak habis pikir tentang pendapat atau pun pandangan yang ada di masyarakat kita jika ada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan langka adalah sebuah aib, karma atau pun dosa orang tua yang berimbas pada anaknya. Apalagi jika kelainan langka tersebut bisa dikenali dengan ciri-ciri fisik yang sangat jelas. Sungguh miris, bukan? Padahal kita sudah hidup di zaman serba modern tapi pandangan kolot itu masih ada hingga saaat ini.
Selain sebagai pendiri Indonesia Rare Disorders, mereka bertiga masing-masing juga mendirikan komunitas sendiri atas kondisi kelainan langka yang dimiliki oleh putra-putri mereka. Yola Tsagia dengan ,Love my Face - Treacher Collins Syndrome (TCS) Wynanda dengan Sahabat Pierre Robin Sequence (PRS) dan Pak Koko Prabu dengan CdLS Indonesia.
Mari Mengenal Rare Disorders. Agar kita bisa saling mengerti serta
memahami
Apa
salahnya memiliki kelainan langka. Para penyandang kelainan langka tidaklah
berbeda justru kami istimewa sebab diantara makhluk ciptaan Tuhan kamilah yang
terpilih.
Memiliki
kelainan langka bukanlah beban tetapi anugerah.
Memiliki
kelainan langka adalah sebuah takdir dan bukanlah sebuah pilihan.
Kami
memang LANGKA
Tetapi
kami ada dan NYATA
Serta
bisa BERDAYA
Salam
Rare
Langka,
Nyata, Berdaya
Budi, Odilia dan Lisa. Penyandang Treacher Collins Syndrome
(Foto by IRD)
Odilia Queen Lyla penyandang TCS Putri Yola Tsagia
(Foto : Dokumen Pribadi)
Kirana Aisha Putri Wibowo penyandang PRS Non Isolated. Putri dari Wynanda
(Foto : Dokumen Pribadi)
Foto : Dokumen Pribadi
Para Penyandang CdLS
( Foto : CdLS Indonesia)
Almira dan Oyik. Penyandang CdLS
(Foto : Dokumen Pribadi)