Awal Mula Berbicara di Depan Umum
Berbicara di depan umum bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi untuk saya, tipe orang yang "sedikit berbicara" dan memilih mencurahkan apa yang ada di pikiran saya, apa yang saya dengar, dan apa yang saya lihat melalui rangkaian kata. Sementara kita tahu untuk berbicara di depan umum itu harus memiliki keberanian. Terlebih lagi untuk menjadi MC harus aktif dan interaktif.
Masih jelas dalam ingatan ketika pertama kali diberi amanah Bu Noviana Dibyantari, founder dan Inisiator Komunitas Sahabat Difabel yang meminta saya untuk menjadi MC (Master of Ceremony) di acara Ecoweek bersama BEM Universitas Sultan Agung pada bulan Mei 2017.
"Maaf Bu, tapi saya tidak pernah menjadi MC. Biar orang lain saja yang lebih berpengalaman," tolak saya halus.
"Dicoba dulu saja Yeni. Kalau tidak dicoba kamu tidak pernah tahu bisa atau tidak."
"Baik, Bu. Akan saya coba."
Selalu ada yang pertama untuk setiap hal. Begitu menerima amanah dari Bu Novi saya langsung menonton di Youtube bagaimana caranya menjadi MC yang baik. Duh, rasanya tidak karuan. Selain menjadi MC saya juga diminta untuk membuat rundown. Dan yang membuat saya semakin panik adalah saya diberi amanah tersebut satu hari sebelum acara berlangsung.
Bu Novi memberi saya arahan untuk menyusun rundown acara lewat chat WhatsApp beberapa kali. Saat acara, dan menuju Roeamah Difabel, di dalam taksi online saya pun berdiskusi dengan Bu Novi. Diskusi pun berlanjut hingga detik-detik acara dimulai.
Tidak bisa dibayangkan bagaimana tegangnya wajah saya saat itu. Saya tidak akan lupa momen itu. Berbicara di depan BEM Universitas Sultan Agung Semarang dan Mahasiswa peserta Ecoweek 2017 dari seluruh Indonesia, dalam acara yang bertajuk "Be Social Prenuer Through Smart City Idea". Setelah itu, setiap kali ada acara internal di Komunitas Sahabat Difabel saya mendapat amanah untuk menjadi MC.
Foto bersama teman-teman di Roemah Difabel saat acara Ecoweek (Foto : Dok. Pribadi). |
Peserta Ecoweek (Foto : Dok. Pribadi) |
Di awal bulan Juni, tepatnya hari Minggu, 11 Juni 2017 saya memperoleh pengalaman baru yang seru, membahagiakan dan tentu saja menjadi pelajaran berharga. Pada hari itu, saya bisa menghadiri acara Buka Bersama 1000 Difabel - Relawan Lintas Komunitas. Saya tidak cuma hadiri tapi juga diberi amanah oleh Bu Noviana Dibyantari untuk menjadi MC.
Wow ... Rasanya senang sekaligus sebuah kehormatan dan kebanggaan bisa menjadi MC di kantor Gubernur yang tidak semua orang bisa mempunyai kesempatan itu. Namun di sisi lain ada perasaan nervous. Bagaimana saya tidak nervous karena saya akan menjadi MC di depan 1000 sahabat difabel dan ada pejabat pemerintahan yang hadir. Buru-buru saya tepis perasaan itu dengan rasa optimis.
"Bismillah, saya pasti bisa," ucap saya dalam hati yakin.
"Kamu pasti bisa Yen."
"Learning by doing."
"Bu Novi, minta Yeni jadi MC pasti karena beliau yakin Yeni bisa mengemban tugas ini. Manfaatkan kesempatan yang ada."
Itulah tanggapan beberapa teman yang saya curhati tentang kegelisahan saya.
"Saya memang tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut, karena kesempatan tidak datang dua kali," pikir saya. Karena itu saya berlatih dengan tekun. Apalagi di Acara Buka Bersama 1000 Difabel ini saya tidak menjadi MC sendiri, tapi berkolaborasi dengan teman-teman non difabel. Tak hanya akan menambah pengalaman dan jam terbang saya sebagai MC tapi juga bisa menjadi ajang tali silaturahmi dengan difabel se-Jawa Tengah.
Banyak pengalaman yang saya alami ketika menjadi MC, misalnya perubahan rundown yang mendadak atau "kecelakaan kecil" yang terjadi ketika menjadi MC seperti microphone yang mati mendadak dan lain-lain.
Briefing dengan panitia Buka Bersama 1000 Difabel -Relawan Lintas Komunitas (Foto : Dok. Pribadi) |
Belajar Public Speaking di Roemah Difabel
Jika awalnya di tahun 2017 saya belajar secara otodidak saat diberi amanah menjadi MC. Di tahun 2020, saya belajar public speaking dengan Bang Odi di Roemah Difabel. Bang Odi adalah seorang penyiar Imelda Fm, Voice Over dan Podcaster.
Di Roemah Difabel saya belajar public speaking dengan teman-teman difabel lainnya. Di pertemuan pertama pelatihan public speaking, Bang Odi bertanya pada kami apa itu MC menurut kami, pengalaman selama menjadi MC dan kendala saat menjadi MC (pertanyaan ini diberikan pada teman-teman Komunitas Sahabat Difabel yang sudah diberi amanah bu Noviana Dibyantari untuk menjadi MC.
Mempelajari script yang diberikan Bang Odi saat pelatihan Public Speaking (Foto : Dok. Pribadi) |
"Seorang MC harus bisa TIM yaitu Time, Introducer, Mood Setter," kata Bang Odi.
Time yaitu seorang MC harus tahu berapa lama durasi acara yang akan ia bawakan. Berapa jatah waktu bagi setiap peserta untuk tampil (Jangan sampai overtime).
Introducer yaitu seorang MC harus bisa menyampaikan dengan baik acara yang ia bawakan, mengenalkan pada audience siapa saja yang akan tampil di acara tersebut, juga siapa saja yang hadir (tamu undangan).
Mood Setter yaitu seorang MC harus bisa menjaga mood audience, sehingga betah menonton acara dari awal hingga akhir. Seorang MC harus bersikap fleksibel (ini terkait dengan perubahan rundown yang mendadak), kepercayaan diri dan public speaking.
"Menjadi MC itu perlu banyak berlatih dan praktik tentunya. Apa gunanya mempelajari materi tanpa praktik." Bang Odi menegaskan.
Karena itu, Bang Odi memberikan waktu 10 menit pada kami untuk mempelajari script. Begitu selesai langsung praktik. Kami juga diminta untuk memberi masukan satu sama lain demi kemajuan bersama. Saat pelatihan public speaking, saya mendapat evaluasi dari dari Bang Odi yaitu masalah speed.
Manfaat Public Speaking untuk Penulis
Menjadi narasumber di program Sing Apik TVRI Jawa Tengah dengan tema Menumbuhkan Percaya Diri Sahabat Difabel Lewat Menulis ( Foto : Dok. Pribadi) |
Seperti halnya menulis, public speaking juga bisa dipelajari. Menjadi penulis sekaligus pembicara, why not? Bukankah hal tersebut bisa menjadi nilai tambah dan pembeda seorang penulis dengan penulis lainnya?
Saya merasakan betul bahwa kemampuan public speaking yang saya miliki sangat menunjang hobi saya menulis. Ketika saya diundang sebagai narasumber, baik secara luring maupun daring saya bisa menyampaikan materi dengan baik.
Memiliki kemampuan public speaking juga membuat saya memahami bahasa apa yang harus saya gunakan ketika menyampaikan materi yang disesuaikan dengan audience.
Menurut saya, seorang penulis sebaiknya memiliki kemampuan public speaking yang baik, karena dengan kemampuan public speaking yang dimiliki akan membuka lebih banyak kesempatan untuk dikenal banyak orang. Jadi orang tidak hanya mengenal saya sebagai seorang penulis dari tulisan saya saja, tapi juga cara bicara saya di depan publik.
Bayangkan jika seorang penulis harus mempromosikan karyanya di depan umum, saat bedah buku misalnya. Jika penulis tidak memiliki kemampuan public speaking, maka apa yang ia sampaikan akan terasa membosankan dan suasana bisa menjadi kaku. Bahkan bisa diabaikan atau ditinggalkan oleh audience karena materi yang diberikan monoton.
Sampai hari ini saya juga masih terus belajar bagaimana berbicara yang baik dan benar di depan publik. Karena belajar adalah proses yang tiada akhir sampai nyawa kita terlepas dari badan.
Semoga pengalaman yang saya bagikan melalui Lomba Blog Ultah Gandjel Rel Ke-8 Menulis VS Bicara di Depan Umum ini bisa memberikan manfaat. Yuk Ngeblog ben rak ngganjel!