Menuju Indonesia Inklusi dan Ramah Disabilitas |
Pada bulan April, tepatnya tanggal 17 April 2019, Indonesia akan mengadakan pesta demokrasi yaitu pemilihan Presiden dan wakilnya. Pemilihan Presiden dan wakilnya secara langsung di Indonesia pertama kali diadakan pada tahun 2004. Sebagai Negara yang menganut asas demokrasi, penting bagi Warga Negara Indonesia (WNI) untuk memiliki sebuah proses untuk memilih orang-orang untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam bidang politik termasuk posisi Presiden dan Wakil Presiden.
Di Indonesia Pemilihan Umum (Pemilu) diadakan setiap 5 tahun sekali. Pemilu Presiden dan wakilnya secara langsung pertama kali dilaksanakan pada 5 Juli 2004 (putaran 1) dan 20September 2004 (putaran 2) Pemilu Capres 2019 ada 2 kandidat yaitu Jokowi-Ma-ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.
Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin, Capres dan Cawapres no. urut 1 ini didukung oleh Partai NasDem, PKB, PDI Perjuangan, Golkar, PPP, Hanura, PSI dan Perindo. Sedangkan Pasangan Prabowo-Sandiaga Uno Capres dan Cawapres no. urut 2 didukung oleh Partai PKS, Gerindra, Demokrat, PAN dan Berkarya.
Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi, mulai menjadi sorotan ketika dirinya terpilih menjadi Walikota Surakarta ke-16 periode masa jabatan 28 Juli 2005 - 1 Oktober 2012 berpasangan dengan wakil walikota F.X Hadi Rudyatmo.
Awalnya publik meragukan kemampuan pria pengusaha mebel kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 21 Juni 1961. Namun berbekal pengalamannya pada masa muda, ia berhasil mengembangkan Solo yang sebelumnya buruk penataannya dan menghadapi berbagai penolakan masyarakat untuk ditertibkan. Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan dan menjadi kajian di universitas dalam dan luar negeri. Salah satunya adalah kemampuan komunikasi politik Jokowi yang berbeda dengan kebanyakan gaya komunikasi politik pemimpin lain pada masa itu, yang menjadi kajian riset mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Jokowi, bus Batik Solo Trans diperkenalkan, berbagai kawasan seperti Jalan Slamet Riyadi dan Ngarsopuro diremajakan dan Solo menjadi tuan rumah berbagai acara internasional. Selain itu, Jokowi juga dikenal akan pendekatannya dalam merelokasi pedagang kaki lima yang "memanusiakan manusia".
Jokowi memilih Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden untuk bertarung di Pemilu Capres 2019. Ma'ruf Amin lahir di Kresek, Tangerang 11 Maret 1943 adalah seorang ulama dan politisi Indonesia.
Kandidat Calon presiden no. urut 2 adalah Prabowo Subianto. Pria kelahiran Jakarta, 17 Oktober 1951 ini pernah maju sebagai calon Presiden Indonesia ke-7 dalam pemilihan umum 2014, namun diungguli oleh pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Kini Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan umum Presiden Indonesia 2019, berpasangan dengan Sandiaga Uno, seorang pengusaha dan politikus Indonesia.
Sandiaga Uno memenangkan pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017 bersama dengan Anies Baswedan, dan memulai masa jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pada bulan Oktober 2017. Sandiaga Uno yang berdarah Gorontalo kerap memberikan pembekalan tentang jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), terutama kepada kalangan pemuda.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019, sudah di depan mata. Memasuki masa kampanye kedua Calon Presiden dan Wakilnya berlomba-lomba meraih simpati Warga Negara Indonesia. Program-program pun digalakkan dari kedua pasangan Capres untuk mengatasi permasalahan yang ada, salah satunya adalah tentang permasalahan disabilitas.
Permasalahan disabilitas mempunyai presentasi terendah yang dibahas oleh kedua Capres daripada permasalahan yang lainnya seperti Gender/Perempuan, Keberagaman, Korupsi, Keadilan Hukum, Lingkungan Hidup, Ekonomi, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Bencana Alam dan Hoax.
Sumber foto : http :www.iklancapres.id |
Setiap Warga Negara Indonesia memiliki hak dalam Pemilu tanpa terkecuali termasuk penyandang disabilitas. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Salah satu hak yang dimiliki oleh penyandang disabilitas adalah hak politik. Seperti yang sudah diatur dalam UU no. 8 tahun 2016 Pasal 13 tentang penyandang disabilitas. Hak politik untuk penyandang disabilitas meliputi hak :
- Memilih dan dipilih dalam jabatan publik, menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan.
- Memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta dalam pemilihan umum.
- Membentuk, menjadi anggota atau pengurus organisasi masyarakat dan/atau partai politik
- Membentuk dan bergabung dalam organisasi penyandang disabilitas dan untuk mewakili penyandang disabilitas pada tingkat lokal, nasional, dan Internasional
- Berperan serta secara aktif dalam sistem pemilihan umum pada semua tahap dan/atau bagian penyelenggaraannya.
- Memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan.
- Memperoleh pendidikan politik.
Saya sendiri sebagai seorang penyandang disabilitas daksa karena kelainan langka Friedreich's Ataxia sudah menggunakan hak pilih saya dalam Pemilu pada tahun 2004, tepat saat usia 17 tahun. Agar seorang penyandang disabilitas bisa menggunakan hak pilihnya maka yang perlu diperhatikan adalah aksesibilitas menuju TPS (Tempat Pemungutan Suara) Bagaimana mungkin seorang penyandang disabilitas bisa menggunakan hak pilihnya jika akses ke TPS saja sulit. Jika tidak ada aksesibilitas ke TPS, solusinya adalah sistem jemput bola. Petugas mendatangi rumah calon pemilih. Sistem jemput bola, tidak hanya dilakukan untuk penyandang disabilitas saja, tapi lansia juga pemilih yang belum terdaftar.
Sejak pertama kali saya menggunakan hak pilih, saya memilih menggunakan sistem jemput bola, petugas mendatangi rumah saya setelah semua pemilih terdaftar menggunakan hak suaranya. Sistem jemput bola adalah solusi terbaik agar saya tidak kehilangan hak pilih dengan pertimbangan jarak dan aksesibilitas TPS.
Agar semua penyandang disabilitas bisa menggunakan hak pilihnya, maka penuhilah aksesibilitas TPS terlebih dahulu. Aksesibilitas bagi pemilih disabillitas yaitu aksesibilitas non fisik, aksesibilitas fisik dan akses layanan ramah disabilitas.
Aksesibilitas non fisik
Sediakan informasi Pemilu yang aksesibel bagi pemilih penyandang disabilitas.
Bagi disabilitas Tuli : Gunakan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia), running teks (tulisan berjalan). Televisi adalah salah satu sarana bagi difabel Tuli untuk mendapat informasi tentang Pemilu.
Bagi disabilitas netra : Sediakan informasi tentang Pemilu dalam bentuk audio (suara), dan huruf braille. Radio adalah sarana bagi disabilitas netra untuk mendapat informasi tentang Pemilu.
Aksesibilitas Fisik
Aksesibilitas di TPS sangat diperlukan agar pemilih penyandang disabilitas bisa dengan mudah menjangkau lokasi. Aksesibilitas fisik bagi pemilih penyandang disabilitas yaitu :
- Pilih area TPS, dilokasi yang rata, tidak bertangga-tangga, tidak berbatu-batu, tidak berumput tebal dan tidak melompati parit
- Lebar pintu masuk TPS 90 cm untuk memberi akses gerak pengguna kursi roda.
- Adanya ramp dengan derajat ketinggian maksimal 8 derajat.
- Ukuran tinggi meja bilik suara 75 cm dan berongga.
- Tinggi meja kotak suara 35 cm agar mudah dijangkau oleh pengguna kursi roda
- Sediakan template suara dalam bentuk huruf braille, bagi disabilitas netra.
- Sediakan formulir C3 /form pendampingan bagi pemilih disabilitas.
- Denah Tempat Pemungutan Suara (TPS)
Namun, pemilih penyandang disabilitas grahita atau keadaan keterbelakangan mental masih membutuhkan perhatian khusus berupa pendampingan. Masalah akan lebih rumit lagi. Sosialisasi harus dilakukan lebih sering, lebih telaten dan lebih sabar. Pemberian contoh atau simulasi Pemilu harus menjadi fokus dalam sosialisasi bagi penyandang disabilitas intelektual. Semuanya dikemas, serius tapi santai, dan menggambarkan situasi pemilu yang sesungguhnya.
Akses layanan ramah disabilitas
Layanan yang ramah bagi pemilih penyandang disabilitas akan membuat nyaman dan dihargai. Maka dari itu berikan layanan yang terbaik bagi pemilih penyandang disabilitas.
Untuk pemilih penyandang disabilitas netra : sentuh pundak atau tangannya saat hendak memulai pembicaraan. Tawarkan kepadanya apakah membutuhkan pendampingan atau membutuhkan alat bantu untuk mencoblos.
Pemilih penyandang disabilitas Tuli : Tepuk bahunya, tatap wajahnya, berbicaralah dengan gerak mulut yang jelas dan perlahan agar dia dapat membaca gerak bibir Anda dan tidak perlu berteriak. Berikan kode atau lambaikan tangan Anda bila saat gilirannya untuk mencoblos tiba.
Pemilih penyandang disabilitas daksa : Tawarkan bantuan apa yang dibutuhkan, dan lakukanlah sesuai petunjuk. Bagi pengguna kursi roda, untuk melewati tangga/undakan yang tidak terlalu tinggi. Anda dapat membantu dengan menginjak bagian belakang kursi roda, agar bagian depan kursi roda sedikit terangkat. Untuk menuruni tangga pastikan kursi roda dalam posisi mundur. Apabila lokasi TPS bertangga-tangga, untuk menuruni tangga pastikan kursi roda dalam posisi mundur.
Pemilih penyandang disabilitas Grahita : Biasanya pemilih disabilitas grahita didampingi oleh keluarga, guru atau petugas TPS. Namun alangkah baiknya jika pendamping dari pemilih penyandang disabilitas adalah dari pihak keluarga agar terjamin asas rahasia.
Permasalahan disabilitas yang diangkat oleh Capres no urut 1 Jokowi_Ma'ruf Amin dalam kampanye adalah 11,54 %sedangkan Capres Prabowo Sandiaga Uno 88,46 % dengan sub permasalahan aksesibilitas dan pemberdayaan.
Hak aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sudah diatur dalam UU No. 8 tahun 2016, bahwa hak aksesibilitas bagi penyandang disabilitas meliputi hak :
- Mendapatkan aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik.
- Mendapatkan akomodasi yang layak sebagai bentuk aksesibilitas bagi individu.
Meski sudah diatur dalam UU No. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, namun fakta di lapangan masih banyak yang belum dilaksanakan dengan baik. Misalnya saja tentang sarana transportasi umum yang belum ramah untuk semua ragam jenis disabilitas.
Bertepatan dengan peringati hari Pahlawan, 10 November 2018 saya dan teman-teman dari Komunitas Sahabat Difabel, berkesempatan untuk melakukan wisata advokasi menggunakan Kereta Api Semarang-Solo-Yogyakarta. Tak tanggung-tanggung yang ikut dalam kegiatan wisata advokasi tersebut sebanyak 86 orang penyandang disabilitas dan para pendamping. Can't you imagine? Bagaimana heboh, serunya dan juga ribetnya melakukan perjalanan menggunakan Kereta Api?
Dari awal perjalanan untuk naik Kereta Api Kalijaga dari Stasiun Poncol, sudah penuh perjuangan. Bagaimana tidak penuh perjuangan? Karena peron yang ada di stasiun tingginya tidak sama dengan ketinggian Kereta Api, untuk penyandang disabilitas pengguna kursi roda harus digendong atau diangkat kursi rodanya. Sedangkan penyandang disabilitas pengguna kruk harus merangkak. So sad but this really happened. Meski harus bersusah payah, tapi hal tersebut terobati dengan pengalaman serta wawasan yang didapat oleh penyandang disabilitas yang belum pernah naik kereta api. Selain itu wisata advokasi ini dilakukan untuk mengupayakan bagaimana tempat publik yang tidak aksesibilitas menjadi aksesibilitas.
Sarana publik lain yang seringkali disalahgunakan adalah trotoar. Bisa dilihat trotoar yang ada tidak digunakan sebagaimana mestinya malah digunakan pedagang kaki lima untuk berjualan atau jalan pintas sepeda motor. Sungguh sangat disayangkan. Seharusnya penyandang disabilitas dilibatkan sejak awal jika ada sebuah pembangunan sarana publik, karena penyandang disabilitas juga Warga Negara Indonesia. Bukannya ketika sudah jadi lalu dilibatkan, hingga akhirnya sarana publik tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan para penyandang disabilitas. Ujung-ujungnya harus dibongkar, dirancang ulang. Dan tentu hal tersebut akan membuang biaya, waktu dan tenaga.
Disabilitas pengguna kursi roda harus digendong saat naik Kereta Api (Foto : Dokumentasi Pribadi) |
Peron yang ada di stasiun tingginya tidak sama dengan ketinggian Kereta Api, untuk naik harus merangkak (Foto : Dokumen Pribadi) |
Sarana dan fasilitas publik yang aksesibilitas dan inklusif tentu akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi masyarakat. Inklusivitas tidak hanya terkait dengan aksesibilitas tempat umum saja, tetapi juga berhubungan pula dengan suasana yang kondusif, aman, dan nyaman bagi siapapun termasuk penyandang disabilitas.
Seperti yang diberitakan beberapa media massa, tentang Abraham Ismed, penyandang disabilitas pengguna kursi roda yang tidak diperkenankan masuk ke dalam Masjid Raya Sumbar. Ketika Abraham Ismed dan beberapa rekannya pergi ke Masjid Raya Sumbar pada Sabtu sore atau selepas salat Ashar. Namun sampai di lantai 2 masjid, Abraham dicegat oknum pengamanan dan tidak diperkenankan masuk ke dalam ruangan tempat salat. Karena kursi rodanya kotor (mengandung najis). Kalau sudah begitu harus bagaimana? Sementara kursi roda menjadi bagian tubuh, pengganti kaki. Apa lantas penyandang disabilitas tidak boleh ke masjid? Tentu bukan seperti itu 'kan? Kasus penyandang disabilitas berhadapan dengan aksesibilitas tempat ibadah sesungguhnya bukan ini saja terjadi, melainkan sejak dahulu. Seharusnya setiap masjid menyediakan kursi roda 'suci' atau kursi roda pengganti untuk beribadah atau menyediakan jalur khusus untuk disabilitas pengguna kursi roda agar bisa beribadah dengan tenang.
Aksesibilitas yang belum terpenuhi bagi penyandang disabilitas lainnya adalah di bioskop. Disabilitas juga berhak memperoleh hiburan bukan? Salah satunya bisa diperoleh dengan menonton film di bioskop. Hambatan yang sering dialami penyandang disabilitas saat ke bioskop diantaranya yaitu :
- Area penonton tidak bisa diakses disabilitas pengguna kursi roda karena sempit dan tidak ada ramp.
- Fasilitas pemesanan tiket tidak aksesable khususnya pemesanan lewat website, bagi disabilitas netra apalagi jika tidak ada pemesanan tiket lewat telepon.
- Tidak tersedia teks deskripsi yang dibutuhkan disabilitas Tuli.
- Belum adanya pembisik atau orang yang menjelaskan jalan cerita di film untuk disabilitas netra.
Tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia, sebagian besar memang belum aksesibel bagi penyandang disabilitas. Jadi tidak heran jika masih banyak penyandang disabilitas yang lebih memilih untuk berdiam diri di rumah. Jiwa pemberani dan pejuang harus dimiliki oleh seorang penyandang disabilitas untuk menembus batas dalam keterbatasan. Kalau tidak nekad dan dilawan dengan dolan ya tidak bisa ke mana-mana. Iya kan?
Sebuah lokasi wisata dinyatakan layak dan ramah bagi wisatawan disabilitas jika memenuhi kriteria yang aksesibel yaitu :
- Jalur menuju obyek wisata, tiket, serta layanan dan informasi mudah diakses.
- Tersedianya tempat parkir khusus penyandang disabilitas.
- Toilet yang mudah dijangkau penyandang disabilitas.
- Adanya pelayanan atau bantuan terhadap penyandang disabilitas.
- Kantin
- Jalur evakuasi
Karena tidak adanya aksesibilitas untuk menuju ke bibir pantai, kursi roda harus diangkat beberapa orang (Foto : Dokumentasi Pribadi) |
Dibantu petugas keamanan menuju tempat duduk penonton (Foto : Dokumentasi Pribadi) |
Sub permasalahan dalam kampanye yang dibahas oleh kedua pasangan capres selain aksesibilitas adalah tentang pemberdayaan. Pemberdayaan bagi penyandang disabilitas adalah upaya untuk menguatkan keberadaan penyandang disabilitas dalam bentuk pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok penyandang disabilitas yang tangguh, mandiri serta kreatif.
Strategi dalam pemberdayaan penyandang disabilitas adalah proses di mana penyandang disabilitas diberikan pengetahuan dan pelatihan keterampilan agar lebih mandiri. Pemberdayaan untuk penyandang disabilitas melalui pelatihan sudah banyak diadakan oleh pemerintah. Namun sejauh ini pelatihan yang diberikan itu-itu saja. Tidak bervariasi. Secara tidak langsung baik masyarakat atau pemerintah sudah "melabeli" jika pelatihan yang cocok untuk disabilitas daksa adalah menjahit, konveksi atau garmen. Sedangkan disabilitas netra itu memijat. Padahal tidak semua penyandang disabilitas memiliki kemampuan, atau minat yang sama meskipun memiliki ragam disabilitas yang sejenis. Perlu dipelajari lebih lanjut dari masing-masing penyandang disabilitas untuk diketahui bakat serta minatnya. Setelah itu baru dibimbing atau diberi pelatihan yang sesuai dengan passion. Jika sudah diberi pelatihan juga jangan ditinggal begitu saja, tapi perlu dipantau dan ditindaklanjuti secara berkelanjutan. Apakah ilmu yang diberikan saat pelatihan yang sudah diterima oleh penyandang disabilitas tersebut sudah diimplementasikan dengan baik dan benar? Sebisa mungkin pemerintah meminimalkan para penyandang disabilitas untuk tidak mengikuti pelatihan yang tidak sesuai dengan passion-nya karena ikut-ikutan. Karena belum tentu pelatihan yang diikuti seorang penyandang disabilitas itu cocok untuk penyandang disabilitas lain.
Metode yang bisa dilakukan dalam pemberdayaan penyandang disabilitas adalah dengan penelitian deskriptif kualitatif berdasarkan apa yang ada di lapangan. Instrumen pengumpulan data yaitu dengan wawancara dan observasi yang didukung oleh data kepustakaan. Pemberdayaan penyandang disabilitas ini dianalisis melalui Asset Based Approach. Pendekatan berbasis aset ini merupakan salah satu pendekatan untuk melihat aset atau potensi apa saja yang dimiliki oleh seorang penyandang disabilitas.
Tahap selanjutnya setelah penyandang disabilitas mengikuti pelatihan apakah sudah bisa langsung bekerja? Meski sudah mendapat bekal ilmu dari pelatihan, namun jika tidak dipraktekkan secara langsung. Pasti sayang sekali bukan? Maka dari itu perlu diadakan pelatihan kerja. Sebelum memasuki dunia kerja yang sesungguhnya peserta penyandang disabilitas yang mengikuti pelatihan bisa mencoba untuk magang. Pelajaran yang didapat oleh penyandang disabilitas saat magang adalah
- Segala sesuatu yang dikerjakan di dunia usaha itu tujuannya adalah untuk mengejar target.
- Harus siap dengan situasi kerja yang penuh tekanan.
- Harus tepat waktu dan tidak ada yang namanya menunda-nunda pekerjaan.
- Tidak ada yang namanya "tidak bisa" yang ada hanya harus berusaha untuk bisa.
Penyandang disabilitas juga mengalami kesulitan untuk memperoleh pekerjaan. Meskipun sudah ada peraturan pemerintah bahwa setiap perusahaan harus menyediakan kuota 1% untuk pekerja penyandang disabilitas. Kenyataan di lapangan, kuota 1% juga belum bisa terpenuhi di setiap perusahaan.
Faktor tersebut antara lain adalah tentang aksesibilitas di tempat bekerja juga pendidikan. Mayoritas penyandang disabilitas memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Tidak semua penyandang disabilitas pernah mengenyam pendidikan formal. Kriteria pendidikan minimal yang diberikan oleh sebuah perusahaan (minimal SMA) membuat penyandang disabilitas sudah minder duluan saat melamar pekerjaan. Sebab itulah mayoritas penyandang disabilitas memilih bekerja di sektor usaha non formal misalnya berjualan pulsa atau bisnis online.
Syarat lain yang dicantumkan dalam sejumlah lowongan kerja adalah “sehat jasmani dan rohani”. Kriteria tersebut dapat menghalangi seorang penyandang disabilitas untuk melamar pekerjaan. Padahal sebenarnya dia memiliki kemampuan, tapi karena kerbatasan fisik yang dimiliki, dianggap kondisi tersebut dianggap sebagai keadaan yang tidak menenuhi persyaratan. Ada baiknya pemerintah meralat persyaratan tersebut. Banyak orang memaknai arti “sehat dan jasmani” adalah bukan disabilitas.
Penyerapan tenaga kerja yang belum maksimal karena belum adanya mekanisme peraturan dan penegakan hukum yang jelas. Misalnya saja dengan pemberian sanksi bagi perusahaan yang tidak mempekerjakan penyandang disabilitas atau berupa sanksi bisnis yaitu perusahaan tidak diperbolehkan untuk mengikuti tender baik yang diadakan pemerintah ataupun swasta, pencabutan izin usaha dan dipublikasikan ke media sosial.
Penyediaan akses pendidikan akan membuka peluang yang lebih luas bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Pemberdayaan penyandang disabilitas tidak hanya soal ekonomi, tapi juga sektor interaksi sosial. Agar penyandang disabilitas bisa percaya diri untuk bersosialisasi. Bagaimana masyarakat diberikan edukasi berinteraksi yang baik dengan berbagai jenis ragam disabilitas yang ada.
Setelah mengikuti pelatihan teman-teman Komunitas Sahabat Difabel mengikuti magang (Foto : Dokumentasi Pribadi) |
inklusif adalah merengkuh atau mengikutsertakan pihak baik individu ataupun kelompok yang sebelumnya terabaikan/tercecer/terpinggirkan tidak termasuk dalam suatu agenda. Sedangkan masyarakat inklusif adalah masyarakat yang mampu menerima berbagai bentuk keberagaman dan perbedaan yang ada serta mengakomodasinya ke dalam berbagai tatanan maupun infrastruktur yang ada di masyarakat. Artinya, penyandang disabilitas harus diberi penghormatan dan penghargaan serta tidak diperlakukan secara diskriminatif atau semena-mena.
Menjadi negara yang inklusif dan ramah disabilitas diperlukannya aksesibilitas di segala sektor kehidupan. Aksesibilitas adalah sarana atau alat yang diberikan untuk orang atau golongan untuk mempermudah suatu kegiatan dan bisa beraktivitas secara mandiri. Aksesibilitas meliputi kemudahan waktu, biaya, dan usaha dalam melakukan perpindahan antar tempat-tempat atau kawasan. Aksesibilitas diimplementasikan pada bangunan gedung, sarana transportasi, lingkungan dan fasilitas umum lainnya.
Mewujudkan Indonesia inklusi dan ramah disabilitas bukanlah perkara mudah. Namun bukan berarti tidak bisa 'kan? Diperlukan proses, waktu dan tahapan-tahapan yang panjang. Upaya menjadikan Indonesia menjadi Negara yang inklusi dan ramah disabilitas sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Namun belum semua elemen masyarakat mendukung terhadap upaya ini. Menuju Indonesia inklusif dan ramah disabilitas bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan tanggung jawab bersama. Di mana semua pihak-pihak terkait duduk bersama, bermusyawarah untuk mewujudkan Indonesia inklusi dan ramah disabilitas.
Melibatkan penyandang disabilitas, sebagai subjek pembangunan, bukan objek charity. Mengakui eksistensi penyandang disabilitas, sekaligus peneguhan komitmen dari seluruh rakyat Indonesia untuk membangun kepedulian untuk mewujudkan kemandirian, kesetaraan dan kesejahteraan bagi penyandang disabilitas yang tidak boleh tertinggal dalam proses pembangunan. Sebab yang paling mengerti tentang disabilitas ya penyandang disabilitas itu sendiri.
Upaya untuk mewujudkan Indonesia inklusif dan ramah disabilitas adalah pemberian edukasi terhadap masyarakat tentang hak-hak penyandang disabilitas. Pemerintah dan dinas-dinas terkait menyebarkan pemahaman tentang apa itu disabilitas, ragam disabilitas dan hal-hal lainnya, sehingga penyandang disabilitas mendapat aksesibilitas yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Jika masyarakat sudah memahami tentang seluk beluk dunia disabilitas, tidak menutup kemungkinan akan membawa perubahan yang lebih baik bagi kehidupan penyandang disabilitas di Indonesia. Kedepannya masyarakat mampu menjadi sahabat sejati dan mitra setia bagi penyandang disabilitas yang mampu mendampingi penyandang disabilitas, agar hak-hak mereka terpenuhi.
Mari bersama-sama bergandeng tangan untuk mewujudkan Indonesia inklusi dan ramah disabilitas. Demi kemajuan Bangsa. Gunakan hak pilihmu untuk memilih memimpin negara Indonesia selama lima tahun ke depan. Jadilah pemilih yang cerdas. Satu suaramu sungguh berarti!
Anggota Komunitas Sahabat Difabel berkolaborasi dengan teman-teman non disabilitas dalam acara Konser Inklusi, 1 Desember 2018 (Foto : Dokumentasi Pak Agus Budi Santoso) |