HOMBO BATU

September 24, 2018


Dimuat di Kompas Klasika Nusantara Bertutur, edisi Minggu, 23 September 2018


Alhamdulillah, Cernak saya Hombo Batu dimuat di Kompas Klasika Nusantara Bertutur Minggu 23 September 2018. Saya mendapatkan ide cerita menulis cernak Hombo Batu karena membantu tetangga yang membuat tugas sekolah.

Cernak saya mengalami proses editing oleh redaktur, tapi tidak terlalu banyak. Silakan membaca dan ini adalah naskah asli yang saya kirim ke NuBi.


Ilustrator : Regina Primalita


HOMBO BATU

Oleh : Yeni Endah

            Ada sebuah tradisi unik yang harus dilakukan oleh anak laki-laki di Bawomataluo, Nias Selatan. Tradisi itu adalah Hombo Batu atau lompat batu, yaitu melompati bangunan setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 centimeter.

            Sejak umur 10 tahun, anak laki-laki di Pulau Nias sudah dilatih untuk bisa melakukan hombo batu jika sudah dewasa nanti. Dan tahun ini adalah giliran Ulo.

            “Bagaimana Ulo, kamu sudah siap untuk melakukan Hombo Batu? Tahun ini sudah saatnya kamu berlatih agar kelak menjadi pemuda Nias yang tangguh. Pemuda pembela kampungnya samu’i mbanua atau la’imba hor,” ucap Ama pada Ulo.

            “Siap Ama,” kata Ulo lantang.

Ama mengelus rambut Ulo.
“Hombo Batu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Kamu akan mengalami banyak rintangan. Ama harap kamu tidak mudah menyerah, Ulo.”

***

Keesokan harinya untuk melatih ketangkasan Ulo, Ama memasang dua buah tiang saling bersebelahan yang ditancapkan di sisi kanan dan kiri. Ama juga memasang batu tumpuan. Batu-batu itu disusun dari yang rendah dan lama-lama ditinggikan. Ulo melompati batu tumpuan itu dengan penuh semangat. Namun di lompatan ketiga Ulo kehilangan keseimbangan.

“Aduh, sakit Ama,” Ulo mengaduh kesakitan. Kakinya terantuk batu dan mengalami cedera.

Selama seminggu Ulo menjalani pengobatan pada kakinya agar bisa sembuh seperti sedia kala. Setelah kaki Ulo membaik, ia kembali berlatih.

Ulo mendengar nasehat dan belajar mengatur strategi dari Ama yang juga seorang pelompat Hombo Batu.

“Tradisi Hombo Batu diwariskan secara turun-temurun dari setiap keluarga, dari ayah kepada anak laki-lakinya. Kakekmu dulu juga seorang pelompat Hombo Batu. Jadi sudah seharusnya kamu sebagai ono matua Ama menjaga warisan nenek moyang kita. Ama yakin, kelak kamu pasti bisa menjadi pelompat Hombo Batu yang handal asal kamu tekun berlatih,” tutur Ama bijak.

Ulo tidak hanya tekun berlatih melompati batu, tapi juga belajar teknik mendarat yang tepat agar kakinya tidak cedera lagi. Sebelum melompat, Ulo mengambil ancang-ancang dengan jarak yang tidak terlalu jauh, kemudian ia melaju kencang, menginjakan kakinya pada sebongah batu kecil lalu melayang ke udara melewati batu besar setinggi lebih dari 2 meter dan Ulo pun bisa mendarat dengan mulus. Tubuh Ulo tidak menyentuh permukaan batu sedikitpun.

Ama tersenyum bangga melihat keberhasilan Ulo. Hombo Batu memang tidak mudah dilakukan oleh semua orang. Namun dengan ketekunan dan kerja keras, tidak ada hal yang tidak bisa dicapai di dunia ini. Pada akhirnya usaha tidak akan mengkhianati hasil.

SELESAI









You Might Also Like

3 komentar

  1. Replies
    1. Insya Allah Semangat Selalu. Makasih Mbak Zaenab :)

      Delete
  2. Cerita anak yang menggali kekayaan tradisi Nusantara ini unik. Tabik untuk Mbak Yeni. Salam kenal dari saya. :)

    ReplyDelete

Subscribe