Jika bisa
memilih takdir kita masing-masing tentu diantara kita tidak ada yang ingin
terlahir sebagai difabel ataupun menjadi difabel ketika dewasa. Namun pada
akhirnya disadari ataupun tidak kita semua akan menjadi difabel suatu hari
nanti dengan berbagai alasan yang melatar belakanginya.
Saya sendiri
menjadi difabel dan sebagai full time
wheelchair user ketika berumur 19 tahun akibat kelainan langka yang saya
miliki. Saya sendiri tidak menyangka jika keistimewaan pada bentuk kaki saya
yang high arches adalah salah satu
ciri dari kelainan langka yang saya miliki yaitu Friedreich's ataxia.
Meskipun
difabel tapi saya sama sekali buta tentang dunia difabel. Saya baru mengerti
tentang dunia difabel dan segala hal tentang difabel sekitar dua tahun yang lalu.
Ketidaktahuan saya tentang difabel mungkin dikarenakan saya tinggal di
lingkungan dengan orang-orang yang berfisik sempurna, yang minim akan informasi
akan dunia disabilitas.
Maka dua tahun
yang lalu, saya mencoba mencari informasi tentang dunia difabel. Saya ingin
mempunyai teman difabel dan ingin berbagi pengalaman dengan mereka. Pertama yang
saya lakukan adalah mencari tahu tentang komunitas difabel yang ada di
facebook. Dan salah satu grup Difabel yang saya temukan adalah Komunitas Sahabat Difabel. Sejak itu
pula seiring berjalannya waktu saya mulai mempunyai banyak teman difabel meski
sebatas maya.
Sudah dua tahun
saya menjadi anggota dari Komunitas Sahabat Difabel, tapi baru bulan Desember
2016 saya mulai aktif berkegiatan bersama Komunitas Sahabat Difabel. Selama dua tahun
itu pula saya hanya mengetahui kegiatan Komunitas Sahabat Difabel hanya sebatas
di grup Facebook. Memang segala sesuatu di dunia ini akan terjadi pada saat dan
waktu yang tepat.
Waktu itu,
Komunitas Sahabat Difabel mengadakan kegiatan di daerah Kanfer yang jaraknya
hanya sekitar 5 menit dari rumah saya. Setelah kegiatan, Bu Noviana Dibyantari mampir ke rumah saya bersama Mbak Yanti. Dari situlah pertama kali saya mengenal Bu Novi, salah
satu founder dari Komunitas Sahabat
Difabel.
Setelah berkunjung dari rumah saya, beberapa hari kemudian Bu Novi
mengajak saya untuk berkegiatan bersama Komunitas Sahabat Difabel untuk pertama
kalinya yaitu tanggal 23 Desember 2016 dalam acara Makan Bareng 1000 Difabel
dan Anak Yatim Piatu. Ketika diajak tentu saja senang dan mau ikut, tapi
terkendala transportasi. Akhirnya Bu Novi memberikan solusi yaitu saya dijemput
Mbak Yanti dan juga Mas Adit, putra sulung Bu Novi.
Kali kedua bertemu dengan Bu Novi di UTC
(Foto : Dok. Pribadi)
Di acara Makan
Bareng 1000 Difabel itu saya bisa bertemu dengan teman-teman yang selama ini
hanya saya kenal dan berteman serta berkomunikasi sebatas di Facebook. Salah satu diantaranya adalah bisa bertemu dengan Mbak Susiyana,
mendapatkan teman baru dan tentu saja memperoleh pengalaman baru.
Ketika ikut
acara Makan Bareng 1000 Difabel, saya juga pergi untuk pertama kalinya tanpa
Ibu karena biasanya kalau kemana-mana saya selalu pergi ditemani Ibu. Jadi
tidaklah heran ketika teman-teman saya tahu kalau saya pergi tanpa Ibu mereka
tidak percaya. Maklum saja, predikat “Anak Ibu” atau “Mbokisme” sudah melekat
di diri saya. Acara Makan Bareng 1000 Difabel menjadi salah satu memorable moment di hidup saya.
Akhirnya bisa bertemu dengan Mbak Susi setelah sekian lama kami berteman di Facebook
(Foto : Dok. Pribadi)
Komunitas Sahabat Difabel mempunyai
rumah yang dijadikan tempat bagi teman-teman difabel untuk berkreasi dan
menggali potensi yaitu Roemah D yang
terletak di Jalan MT. Haryono no. 266 seberang radio Gajah Mada.
Saya pertama
kali berkunjung ke Roemah D, ketika ada kunjungan dari PT. SAMI dan saat itu
juga untuk pertama kali saya pergi dengan salah satu teman difabel menggunakan
salah satu jasa layanan transportasi online. Wow ... Unbelieveable, I did it!
Roemah D, yang lokasinya bisa dilihat melalui Google Maps
Setelah
bergabung di Komunitas Sahabat Difabel banyak hal yang saya pelajari juga hal
baru yang saya lakukan untuk pertama kali seperti saat acara kunjungan
mahasiswa Ecoweek, saya diminta Bu
Novi untuk jadi MC. Waktu dapat amanah itu saya tidak percaya dan langsung
berkeringat dingin. Bagaimana tidak? Saya yang pendiam (menurut pendapat
teman-teman saya) malah diminta jadi MC. Yang semua orang tahu untuk menjadi MC
itu butuh interaksi dan juga atraktif.
Foto bareng teman-teman setelah acara Ecoweek
(Foto : Dok. Pribadi)
Menjadi anggota
dari Komunitas Sahabat Difabel adalah salah satu anugerah terindah dalam hidup
saya. Keikutsertaan saya di Komunitas Sahabat Difabel menimbulkan rasa yang
saling bertentangan. Saya senang karena selalu ada cerita baru dan hidup jadi
lebih berwarna. Namun di sisi lain ada perasaan sungkan karena kalau ikut
kegiatan saya hanya jadi “penonton” Rasanya ada sesuatu yang kurang. Tapi ketika
Komunitas Sahabat Difabel ikut dalam acara Difable Fest di Politeknik Semarang,
yang mana acara tersebut adalah project
event dari mahasiswa semester akhir Jurusan Administrasi Bisnis Politik
Negeri Semarang. Bu Novi memberi tugas pada kami, beberapa teman difabel yang
tidak ikut performance untuk membuat
reportase acara tersebut.
Saya pun
menulisnya, alhamdulillah beberapa hari kemudian saya mendapat kabar gembira
jika reportase saya dimuat di Suara
Merdeka. Maka sejak itu setiap kali Komunitas Sahabat Difabel mengadakan event saya diberi amanah untuk membuat
reportase. Sudah dua kali reportase saya dimuat di Suara Merdeka yaitu tentang Difabel Fest dan Konser Inklusi
Sentuhlah Dengan Hati yang digelar di Teater Liem Liang Peng Sekolah Nasional
Karang Turi, Perumahan Graha Padma.
Foto bareng teman-teman dan panitia dari Difabel Fest
(Foto : Dok. Pribadi)
Reportase tentang Difabel Fest yang dimuat di Suara Merdeka
(Foto : Dok. Pribadi)
Konser Inklusi
(Foto : Dok. Pribadi)
Reportase tentang Konser Inklusi yang dimuat di Suara Merdeka
(Foto : Dok. Pribadi)
Berkegiatan
bersama Komunitas Sahabat Difabel juga membuat saya bisa mengenang masa kecil yaitu ketika ikut dalam acara Dugderan. Tahun 2017, takmir masjid Agung Semarang melibatkan disabilitas dalam acara
Dugderan. Saya bisa melihat kembali warag ngendhog, kembang manggar dan bisa
berjabat tangan dengan Pak Walikota, Hendar Prihadi beserta rombongan. Kemudian
mapag hingga ke Masjid Agung
Semarang.
Menunggu Pak Walikota beserta rombongan kemudian mapag hingga Masjid Agung Semarang
(Foto : Dok.Pribadi)
Di bulan suci
Ramadhan, saya juga berkesempatan untuk menjadi MC dalam acara Buka Bersama 1000 Difabel - Komunitas Sahabat Difabel - Relawan Lintas Komunitas Kota Semarang di halaman kantor
Gubernuran. Tak hanya itu saja bulan suci Ramadhan menjadi bulan penuh berkah
bagi Komunitas Sahabat Difabel karena kami mendapat undangan untuk buka puasa
bersama dari berbagai pihak.
Foto bareng Buka Bersama 1000 Difabel
(Foto : Dok. Pribadi)
Menjadi bagian
dari keluarga Komunitas Sahabat Difabel membuat saya bisa mengunjungi tempat
yang belum pernah saya datangi salah satunya adalah di Hotel Horison untuk memenuhi
undangan buka puasa bersama KADIN
yang kemudian dilanjut dengan nge-mall bareng di Citra Land.
Buka Bersama KADIN di Hotel Horison
(Foto : Dok. Pribadi)
Nge-Mall Bareng di Citra Land Mall
(Foto : Dok. Pribadi)
Menjadi bagian
dari keluarga Komunitas Sahabat Difabel membuat saya bisa bertemu dengan
pejabat di pemerintahan Jawa Tengah seperti bertemu dengan Ibu Atiqoh Ganjar
Pranowo, Bapak Nur Hadi Amiyanto kepala Dinas Sosial Jawa Tengah, Ibu Hevearita
Gunaryanti wakil Walikota Semarang dan Bapak Tommy Said Kepala Dinas Sosial
Kota Semarang.
Berjumpa dengan bunda Anne Avantie yang selama ini saya hanya bisa melihat beliau di televisi. Namun pada tanggal 22 Juni 2017 saya bisa bertemu, bahkan tangan saya pun digenggam erat oleh Bunda Anne Avantie. Suatu kebahagiaan, kebanggaan serta kehormatan bagi saya bisa ikut terlibat dalam acara Berbagi Kursi Roda Kasih di Wisma Perdamaian.
Berjumpa dengan bunda Anne Avantie yang selama ini saya hanya bisa melihat beliau di televisi. Namun pada tanggal 22 Juni 2017 saya bisa bertemu, bahkan tangan saya pun digenggam erat oleh Bunda Anne Avantie. Suatu kebahagiaan, kebanggaan serta kehormatan bagi saya bisa ikut terlibat dalam acara Berbagi Kursi Roda Kasih di Wisma Perdamaian.
Lagi lagi
saya mendapat pengalaman untuk belajar public
speaking bareng Mas Bagas, seorang MC profesional. Masya Allah, maka nikmat Tuhan mana yang kau dustakan.
Saat Nge-MC bareng Mas Bagas
(Foto : Dok. Pribadi)
Acara Berbagi Kursi Roda Kasih di Wisma Perdamaian
(Foto : Dok. Pribadi)
.
Roemah D,
tempat kami untuk berkumpul, berkreatifitas, serta berkreasi sering kali
mendapat kunjungan dari berbagai pihak yang ingin mengenal lebih jauh tentang
difabel. Masih teringat dalam ingatan ketika Roemah D mendapat kunjungan dari PPRBM Solo. Kunjungan Pak Sunarman Soekamto sebagai Direktur PPRBM
Solo dan kawan-kawan membuat pengetahuan saya tentang dunia difabel bertambah.
Membahas isu-isu tentang dunia disabilitas serta problematika di dalamnya.
“Berjuanglah
atau kau akan terbuang.” Kalimat yang diucapkan oleh Pak Sunarman Soekamto
yang begitu mengena di hati dan sekaligus menambah motivasi saya untuk terus
berkarya menembus batas dalam keterbatasan melalui goresan pena.
Suatu pengalaman berharga bisa sharing bareng Pak Maman dan teman-teman dari PPRBM Solo
(Foto : Dok. Pribadi)
Mbak Nia, Pak Maman dan Mbak Gita, dari kiri ke kanan
(Foto : Dok. Pribadi)
Tak hanya
kunjungan dari PPRBM Solo, tapi tanggal 14 Juli 2017. Roemah D, mendapat
kunjungan dari Mas Kikik, Master Tourism Jawa Tengah, membahas keterkaitan antara difabel dan pariwisata.
Bersama Mister Tourism Jawa Tengah membahas aksesibilitas di tempat pariwisata
(Foto : Dok. Pribadi)
Me and Mister Tourism Jawa Tengah
(Foto : Dok. Pribadi)
Kami, Komunitas
Sahabat Difabel adalah sebuah keluarga. Kami, Komunitas
Sahabat Difabel adalah satu tubuh. Ketika salah satu bagian tubuh terluka maka
bagian tubuh yang lain juga merasakan sakit.
Maka setelah kunjungan Duta Pariwisata kami berkunjung ke bengkel Mas Didik yang mengalami kebakaran tepat satu hari sebelum hari lahirnya. Kedatangan kami ke bengkel Mas Didik adalah untuk menyemangati dan menguatkan. Sebab dukamu adalah duka kami, sedihmu pun juga kesedihan kami. Dan ketika berkunjung ke bengkel Mas Didik, saya mendapatkan lagi pengalaman seru yaitu naik ambulance dan ambulance-nya pun istimewa. Karena ambulance yang dipakai adalah ambulance Wisma Kasih Bunda Anne Avantie.
Maka setelah kunjungan Duta Pariwisata kami berkunjung ke bengkel Mas Didik yang mengalami kebakaran tepat satu hari sebelum hari lahirnya. Kedatangan kami ke bengkel Mas Didik adalah untuk menyemangati dan menguatkan. Sebab dukamu adalah duka kami, sedihmu pun juga kesedihan kami. Dan ketika berkunjung ke bengkel Mas Didik, saya mendapatkan lagi pengalaman seru yaitu naik ambulance dan ambulance-nya pun istimewa. Karena ambulance yang dipakai adalah ambulance Wisma Kasih Bunda Anne Avantie.
Saat berkunjung ke bengkelnya Mas Didik
(Foto : Dok. Pribadi)
Didorong Bu Novi menuju ambulance
(Foto : Dok. Pribadi)
Di komunitas Sahabat
Difabel saya bisa menambah ilmu pengetahuan tentang Informasi dan Teknologi
(IT). 16 Juli 2017 ketika membaca di grup WhatssApp
Komunitas Sahabat Difabel mengabarkan bahwa Komunitas Sahabat Difabel
menjadi bagian dari Komunitas Suara Merdeka dan berita itu di-share di Instagram Suara Merdeka.
Tentunya saya ingin me-repost kabar
tersebut di Instagram dan juga Facebook, tapi karena saya belum bisa maka saya
tanya di grup.
“Gimana caranya
share di IG dan FB?”
“Copy link ke repost app baru share ke
FB,” balas Mas Christian, seorang
photoghraper tuna rungu.
Saya ikuti
langkah-langkah yang diberikan Mas Anto dan akhirnya saya bisa me-share
postingan tersebut di Instagram dan Facebook yang saya miliki.
Sebenarnya tidak hanya sama Mas Anto saja saya belajar tentang IT tapi juga sama Mas Adit. Suatu pagi, ketika saya membuka Facebook, saya menemukan hal yang aneh pada Facebook saya. Ada like yang berjumlah ratusan dari orang tak dikenal/orang asing, karena panik langsung saya WA Mas Adit. Dan diminta untuk segera ganti password. Takut kalau ada yang nge-hack. Menghindari hal yang tidak diinginkan beberapakali bertanya, kepanikan itupun terjawab. Menurut Mas Adit Facebook saya kena “Bom Like”
Banyak ilmu dan manfaat yang saya peroleh setelah bergabung dengan Komunitas Sahabat Difabel. Saya bisa menimba ilmu tentang menggambar dari Pak Jitet Koestana, mantan kartunis Kompas dan Semarang Cartoon Club (SECAC).
Pengalaman yang masih segar dalam ingatan tanggal 23 Juli 2017 saya berkesempatan untuk menghadiri acara di Area Car Free Day di depan balaikota Semarang memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Pun pada tanggal 24 Juli 2017 Roemah D, mendapat kunjungan kasih dari Radio Gajah Mada dalam memperingati ulang tahunnya yang ke-41 tahun.
Komunitas Sahabat Difabel menjadi bagian dari Komunitas Suara Merdeka
(Foto : Dok. Pribadi)
Sebenarnya tidak hanya sama Mas Anto saja saya belajar tentang IT tapi juga sama Mas Adit. Suatu pagi, ketika saya membuka Facebook, saya menemukan hal yang aneh pada Facebook saya. Ada like yang berjumlah ratusan dari orang tak dikenal/orang asing, karena panik langsung saya WA Mas Adit. Dan diminta untuk segera ganti password. Takut kalau ada yang nge-hack. Menghindari hal yang tidak diinginkan beberapakali bertanya, kepanikan itupun terjawab. Menurut Mas Adit Facebook saya kena “Bom Like”
Banyak ilmu dan manfaat yang saya peroleh setelah bergabung dengan Komunitas Sahabat Difabel. Saya bisa menimba ilmu tentang menggambar dari Pak Jitet Koestana, mantan kartunis Kompas dan Semarang Cartoon Club (SECAC).
Pengalaman yang masih segar dalam ingatan tanggal 23 Juli 2017 saya berkesempatan untuk menghadiri acara di Area Car Free Day di depan balaikota Semarang memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Pun pada tanggal 24 Juli 2017 Roemah D, mendapat kunjungan kasih dari Radio Gajah Mada dalam memperingati ulang tahunnya yang ke-41 tahun.
Jika bulan
puasa lalu, setelah acara buka bersama KADIN di Hotel Horison, Bu Novi mengajak
kami untuk nge-Mall. Maka setelah kunjungan dari Radio Gajah Mada, Bu Novi
nengajak kami untuk nonton bareng di XXI DP Mall Semarang.
Memperingati Hari Anak Nasional di Area Car Free Day
(Foto : Dok. Pribadi)
Foto bareng teman-teman dan penyiar dari Radio Gajah Mada
(Foto : Dok. Pribadi)
Santai sejenak setelah menonton Spider Man : Homecoming di XXI DP Mall, Semarang
(Foto : Dok. Pribadi)
Tak terasa
meski baru tujuh bulan aktif berkegiatan bersama Komunitas Sahabat Difabel
(Terhitung sejak akhir Desember 2016) banyak sudah pengalaman dan pembelajaran hidup yang
saya peroleh.
Rasanya tak sabar menanti, pengalaman seru dan menarik apalagi yang akan saya alami bersama Komunitas Sahabat Difabel.
Komunitas
Sahabat Difabel adalah implementasi dari Bhinneka Tunggal Ika, meski kami berasal
dari suku, agama juga jenis disabilitas (Tuna Netra, Tuna Rungu dan Tuna Daksa)
yang berbeda tapi kami bersatu dalam sebuah wadah yaitu Komunitas Sahabat Difabel. Karena kami adalah satu hati, satu cinta dan satu harapan.
Bagi saya bergabung dalam sebuah komunitas ibarat memiliki keluarga baru. Semakin banyak kita menjadi anggota sebuah komunitas, itu berarti pula kita akan semakin banyak memiliki keluarga baru. Tapi wajib pula diingat, harus pandai-pandai memilih komunitas yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kita.
Semoga Komunitas Sahabat Difabel semakin solid, meski diterpa angin, dihantam badai dan diterjang ombak. Semakin mengudara, tapi tetap membumi.
Bagi saya bergabung dalam sebuah komunitas ibarat memiliki keluarga baru. Semakin banyak kita menjadi anggota sebuah komunitas, itu berarti pula kita akan semakin banyak memiliki keluarga baru. Tapi wajib pula diingat, harus pandai-pandai memilih komunitas yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kita.
Semoga Komunitas Sahabat Difabel semakin solid, meski diterpa angin, dihantam badai dan diterjang ombak. Semakin mengudara, tapi tetap membumi.